Rabu, 19 November 2014

Akses Pasar



AKSES PASAR

Penurunan Bea Masuk Melalui
Generalized System Of Preferences (GSP).

Nural Baharuddin
Djoni Tarigan

Dosen Akademi Pimpinan Perusahaan


Abstract

In the framework of the World Trade Organization ( WTO ) , developed countries like the United States ( U.S. ), providing import duty remission for certain goods that are exported by developing countries (under developing countires) including qualified Indonesian products in the form of concessions tariff reduction or exemption of import duties which is called Generalized System of Preferences (GSP).

GSP program is a program of trading facilities provided by the Government of the United States to developing countries and LDCs by giving duty free ( zero percent rate ) to about 5.000 kinds of products .

This facility is given because of developing countries are considered not able to produce efficient product. Granting GSP scheme by developed countries ( the U.S. ) to developing countries have many purposes in addition to improve the economy of the GSP beneficiary countries through its foreign trade as well in order to diversify the supplier countries, so that with the increasing number of countries that become  suppliers, the price of exports to developed countries GSP giver will vary greatly and with the increasing number of sources, the scarcity of imported goods will be smaller.

Ease access to market development through the provision of GSP facilities is one of the important key in developing the Indonesian market in the USA . Without GSP, Indonesia will find it difficult to compete with other countries in the U.S. market. GSP is a program from the U.S. government congress as stipulated in the Trade Act of 1974 to provide duty-free entry to the 3,400 types of products from 129 countries, including Indonesia. Indonesia has been utilizing the GSP of 2.2 billion U.S. dollars or equivalent of 12.2 percent of Indonesia's total exports to the U.S. in 2012

Keywords : WTO, UNCTAD, the General System of Preferences ( GSP ), Import duties, Exports


Abstraksi
Dalam rangka World Trade Organization (WTO),  negara-negara  maju seperti Amerika Serikat (AS) , memberikan keringanan  bea masuk untuk barang-barang  tertentu yang di-ekspor oleh negara-negara berkembang (under developing countires) termasuk Indonesia yang memenuhi syarat ekspor dalam bentuk pemberian konsesi penurunan atau pembebasan tariff bea masuk yang disebut  Generalized Sysatem of Preferences (GSP).
Program General System of Preferences (GSP) merupakan program fasilitas perdagangan yang diberikan oleh Pemerintah AS kepada negara berkembang dan LDCs dengan memberikan duty free (tarif nol persen) untuk sekitar 5000 jenis produk.
Fasilitas ini diberikan karena negara berkembang yang dianggap belum mampu menghasilkan produksi yang efisien. Pemberian skema GSP oleh negara maju (AS)  kepada negara berkembang mempunyai banyak tujuan disamping untuk meningkatkan perekonomian negara penerima GSP melalui perdagangan luar negerinya juga dalam rangka diversifikasi negara-negara pemasok, sehingga dengan makin banyaknya negara yang menjadi pemasok, maka harga ekspor ke negara maju pemberi GSP akan sangat bervariasi dan dengan makin banyaknya sumber, maka kelangkaan barang-barang impor akan semakin kecil.
Kemudahan akses pengembangan pasar melalui pemberian fasilitas GSP dan merupakan salah satu kunci penting dalam mengembangkan pasar Indonesia di AS. Tanpa GSP, Indonesia akan kesulitan untuk berkompetisi dengan negara lain di pasar AS. GSP  adalah program kongres pemerintah AS yang tertuang dalam UndangUndang Perdagangan tahun 1974 untuk menyediakan bebas bea masuk terhadap 3.400 jenis produk dari 129 negara, termasuk Indonesia. Indonesia  telah  memanfaatkan GSP sebesar 2,2  miliar dollar AS atau sepadan  12,2 persen dari total ekspor Indonesia ke AS  Tahun 2012
Kata kunci: WTO, UNCTAD, General System of Preferences (GSP), Bea masuk, Ekspor



Pendahuluan
AS merupakan kekuatan utama di dunia, baik dari sisi politik, militer, maupun ekonomi dan sangat berpengaruh di dunia Perdagangan Internasional. Kondisi perekonomiannya terbesar dan berpengaruh di dunia. Total perdagangan barang dengan Dunia tercatat  sebesar US$ 1.240,09 miliar (periode Januari-April 2013). Posisi strategisnya, AS merupakan negara maju disebut sebagai adidaya dengan  pendapatan per kapita penduduknya sebesar 48,100 US dollar menjadikannya sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia. AS juga merupakan negara maju dengan perekonomian yang  terdepan atau dijuluki negara super power, sehingga dengan kondisi tersebut, AS memegang peranan penting dalam perekonomian seluruh dunia. Perekonomian AS baik sektor manufaktur maupun sektor jasa sudah sangat maju.  Negara ini merupakan negara federal yang mencakup 50 (lima puluh) negara bagian AS luas wilayah 3,79  juta mil persegi (9,83 juta km2) dan jumlah penduduk sebesar 315 juta jiwa, negara ini multi-etnis dan multi-kultural di dunia.

Dalam akses pasar, GSP merupakan program fasilitas perdagangan yang diberikan oleh Pemerintah AS sejak tahun 1974 kepada 127 negara berkembang dan LDCs dengan memberikan duty free (tarif nol persen) untuk sekitar 5.000 jenis produk. Yang dimaksud pengertian GSP  adalah suatu sistem preferensi dalam bentuk penurunan  atau pembebasan tarif bea masuk yang diberikan oleh negara-negara maju kepada produk-produk tertentu yang berasal dari negara-negara berkembang yang memenuhi syarat.  GSP ini mulai berlaku tahun 1970, sejak 1976 Indonesia mulai memanfaatkan GSP-AS. GSP diberikan sepihak (nonreciprocal) oleh negara penerima preferensi. Negara maju sebagai pemberi preferensi tidak menuntut imbalan atas konsesi tariff yang diberikannya kepada negara berkembang serta tidak bisa dinegosiasikan. Sekalipun sifatnya non-reciprocal, namun dalam perkembangnnya negara pemberi GSP cenderung memberikannya dengan syarat-syarat tertentu.  AS mengkaitkan pemberian GSP dengan masalah-masalah lain, seperti Intellectual Properety Right, International Wolker Right, dan Market Access Concideration. AS adalah negara yang paling besar dibandingkan dengan negara lain dalam pemberian GSP. Program  GSP negara ini ialah menyediakan 4.282 jenis (dalam kategori 8 digit HS). Produk GSP mencakup 6.831 item dalam 10 kategori Harmonized tariff System (HTS) .

GSP-AS merupakan salah satu kunci penting dalam mengembangkan pasar. Akses pengembangan pasar melalui pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu kunci penting dalam mengembangkan pasar Indonesia di AS.  Komoditas dari Indonesia d
apat memperoleh GSP  dengan mematuhi empat persyaratan, (1), produk yang termasuk dalam daftar yang memenuhi persyaratan GSP. (2), harus langsung diekspor dari negara Indonesia atau melalui tagihan menggunakan dokumen arahan ke alamat di AS. (3)  produk harus dibuat di Indonesia atau, jika menggunakan bahan baku impor, harus memiliki kandungan lokal minimal 35 % dari harga total yang dibayarkan oleh importir AS. (4)  importir AS harus meminta pembebasan bea masuk untuk produk dimaksud (kode tariff) pada bentuk US kustom. 
Salah satu manfaat dari penerapan prinsip ini yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia adalah dengan diterapkannya GSP, keberhasilan Indonesia untuk meningkatkan ekspornya, terutama dalam ekspor non migas.
Manfaat lain yang dirasakan langsung adalah dengan pemberian GSP terhadap Indonesia dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke luar negeri.

Tujuan  GSP adalah membantu pembangunan negara berkembang antara lain dengan peningkatan pendapatan devisa melalui ekspor dan mempercepat industrialisasi. Krteria Barang untuk GSP, yaitu :

·       Produk yang tidak mengandung kandungan impor yang tidak diketahui asalnya (wholly obtained goods) yang artinya status asal barang tidak bermasalah.

·       Produk yang mengandung kandungan impor yang tidak diketahui asalnya (goods with an import content/unknown origin).

GSP adalah skema yang meliputi produk industri dan pertanian dari negara berkembang yang diberikan akses, khusus untuk masuk ke pasar negara maju. Pemberian skema GSP oleh negara maju kepada negara berkembang mempunyai banyak tujuan disamping untuk meningkatkan perekonomian negara penerima GSP melalui perdagangan luar negerinya juga dalam rangka diversifikasi negara-negara pemasok,

sehingga dengan makin banyaknya negara yang menjadi pemasok,  maka harga ekspor ke negara maju pemberi GSP akan sangat bervariasi dan dengan makin banyaknya sumber, maka kelangkaan barang-barang impor akan semakin kecil.
Aturan main pemberian GSP oleh negara maju, antara satu negara dengan negara lainnya sangat berbeda namun secara prinsip pemberian fasilitas ini senantiasa didasarkan kepada pasal-pasal mengenai pemberian preferensi yang terdapat didalam perjanjian perdagangan internasional GATT dan WTO.
Pemerintah AS (kongres) memberi fasilitas GSP yang bertujuan untuk menolong negara-negara berkembang dalam meningkatkan ekspor ke AS, dan bermaksud untuk membantu pembangunan negara berkembang, antara lain melalui peningkatan pendapatan devisa Dan mempercepat industrialisasi

Sejak ditetapkan 39 tahun yang lalu program ini belum pernah berhenti, walaupun program ini bukan program permanen. Secara statuta (perundangan) AS, masa berlaku GSP bersifat sementara namun secara berkala dapat diperpanjang dalam kurun waktu tertentu asalkan mendapat mandat perpanjangan oleh Congress

Dari data tahun 2012, AS. mengimpor produk senilai 20 milliar dollar di bawah program GSP. Top 5 negara pemanfaat GSP adalah India (4,5 milliar dollar), Thailand (3,7 milliar dollar), Brazil (2,3 milliar dollar), Indonesia 2,2 milliar dollar atau sepadan dengan 12 % total ekspor RI ke A.S. dan Afrika Selatan 1,3 milliar dollar.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya preferensi adalah fasilitas yang diberikan oleh suatu atau sekelompok negara kepada produk-produk tertentu yang memenuhi syarat berasal dari suatu negara dalam bentuk penurunan atau pembebasan tarif bea masuk yang merupakan kesepakatan multilateral, regional, bilateral

Indonesia mendapat GSP untuk sebanyak 2.144 jenis produk. Dari jumlah tersebut Indonesia telah mengekspor hingga 2,2  miliar dollar AS atau sepadan  12,2 persen dari total ekspor Indonesia ke AS (2012). Pemerintah AS memberi pembebasan tarif bea masuk kepada sebanyak 129 negara berkembang, termasuk 42 negara kurang berkembang  termasuk Indonesia

Indonesia masih membutuhkan fasilitas GSP  dalam meningkatkan ekspor-nya ke AS sebagai salah satu kebijakan akses pasar yang terus diperjuangkan. Dengan GSP berarti produk Indonesia mempunyai kepastian pasar, khususnya bagi IKM  yang perlu didorong ekspornya melalui  GSP.  Program GSP (General System of Preferences) AS masih merupakan salah satu kunci penting dalam mengembangkan pasar Indonesia di AS.
Sesuai dengan mandat dari Kongres AS. maka program GSP periode ini berakhir pada tanggal 31 Juli 2013. Indonesia selaku salah satu negara yang masuk dalam Aliansi GSP (A-GSP) akan terus memperjuangkan perpanjangan GSP.
Dengan tidak adanya pembaharuan terhadap GSP yang berakhir tanggal 31 Juli 2013, maka produk-produk Indonesia dapat dikenakan bea masuk yang tentunya mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar AS.
Tanpa GSP, Indonesia akan mengalami kesulitan untuk berkompetisi dengan negara lain di pasar AS. Untuk itu, Pemerintah Indonesia berharap agar Pemerintah AS dapat mempertimbangkan kembali pemberian GSP untuk beberapa produk Indonesia. Walaupun Indonesia pada posisi  Priority Watch List dan dianggap tidak serius menyelesaikan masalah  IPR (Intellectual Property Rights),

Produk-produk RI di bawah program GSP antara lain, ban mobil, plywood, cocoa paste , sarung tangan karet dan perhiasan emas, perak, batu mulia . Indonesia sebagai peringkat ke-empat yang memanfaatkan GSP dari AS, selain Indonesia sesungguhnya sudah cukup aktif.

Permasalahan

Berdasarkan mandat dari Kongres AS, maka program GSP telah berakhir pada tanggal 31 Juli 2013.  Sebagai akibat tidak terjadi consensus dari anggota Senat, sehingga resolusi "the Bill 3113" tidak dapat dibawa ke Kongres untuk mendapat persetujuan perpanjangan. Program GSP tersebut belum dapat diperpanjang karena Senator Tom Coburn (R-OK) memiliki reservasi, sehingga resolusi perpanjangan tidak dapat dibawa ke House Representative untuk mendapatkan keputusan perpanjangan. Hal ini disesalkan banyak kalangan bukan saja dari negara penerima GSP tetapi juga perusahaan AS yang mengimpor produk asal negara penerima GSP.
Indonesia baru memanfaatkan sebanyak 652 jenis atau sekitar 20 %, maka masih banyak jenis produk yang belum dimanfaatkan melalui  fasilitas GSP-nya dari 3.400 jenis produk yang ditawarkan AS, Ditambah lagi , kegiatan ini belum banyak diikuti oleh pengusaha Indonesia.
Perlu dicatat bahwa GSP adalah fasiltas yang diberikan oleh Departemen Perdagangan AS kepada sejumlah negara untuk mengurangi dan menghilangkan pajak impor bagi negara-negara yang dianggap berdagang secara sehat dengan AS  
Status GSP bisa ditarik jika Departemen Perdagangan AS merasa negara diberi fasiltas GSP gagal melindungi hak paten dan hak cipta dari produk-produk AS. Oleh Indonesia, berbagai persyaratan ini sering dilanggar, akibatnya fasiltas GSP teracam dicabut
Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memanfaatkan GSP, seperti yang telah disinggung di atas, adanya sikap dari Aliansi Kekayaan Intelektual Internasional (IIPA) yang mengatakan Indonesia kurang serius dalam menangani hak kekayaan intelektual, khususnya dari produk yang dibuat di AS. IIPA Dalam situs resminya menulis bahwa pasar di Indonesia didominasi oleh produk bajakan yang didistribusikan secara online atau di pasar fisik. 
Belum maksimalnya pemanfaatan fasilitas GSP disebabkan oleh kurangnya pengetahuan para pengusaha Indonesia mengenai manfaat GSP dan prosedur penggunaannya. Pada hal GSP ini merupakan strategi yang tepat dalam mempertahankan pertumbuhan ekspor ke AS di tengah krisis yang sedang melanda negara adi daya tersebut.
Lemahnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, International Intellectual Property Alliance (IIPA), mengeluarkan petisi yang mengancam Indonesia telah gagal untuk memenuhi kriteria kelayakan yang sesuai dalam GSP, yaitu perlindungan dan penanganan masalah hak kekayaan intelektual. Tentu saja ini akan mengakibatkan posisi Indonesia dalam peta perdagangan bebas dunia berada dalam kerugian. Jika petisi ini dikabulkan oleh Komisi Perdagangan AS, Indonesia akan kehilangan keuntungan untuk ekspor barang bebas pajak ke pasar AS. Padahal baru-baru ini Indonesia lewat program GSP telah berhasil mengekspor barang bebas pajak ke AS  senilai US 1,9 milyar dollar  di tahun 2010.dan tahun 2012 senilai 2,2 US dollar
Penerapan peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang masih lemah di Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mempunyai berbagai peraturan hukum HKI, namun dalam implementasinya masih sering terjadi pelanggaran HKI dan penegakan hukumnya kurang efektif. (Kajian Kerjasama Bilateral Indonesia – Amerika Serikat Di Bidang Ekonomi Dan Keuangantahun 2012, hal vii ).
IIPA telah mengajukan petisi meminta agar AS mempertimbangkan dan membatasi pemberian GSP bagi  Indonesia  karena gagal melakukan perlindungan HAKI dan penegakannya  Pembajakan di Indonesia adalah culture dari masyarakat Indonesia yang sudah dididik untuk mengkonsumsi sesuatu secara gratis (Sumardi-pemerhati marketing 2012) ) . Budaya gratisan ini telah ada sejak usia dini, sehingga gratis bukanlah suatu hal yang dianggap tabu atau melanggar larangan atau aturan. Selain itu, pengusaha Indonesia kurang pro-aktif untuk menggarap pasar AS dengan program GSP. Kondisi ini membuat preferensi perdagangan tidak maksimal dimanfaatkan oleh para eksportir Indonesia, hal  ini memberikan gambaran bahwa peluang pasar AS sebagai target ekspor Indonesia tidak signifikan tergarap dan akibatnya industri manufaktur dalam negeri kurang  dapat berkembang, sehingga ekspor dirasakan jalannya melambat dan otomatis mempengaruhi perolehan devisa negara.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang lemah. Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di suatu negara sangatlah penting untuk menstimulus kegiatan inovasi dan investasi. Investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, akan tertarik dengan standar perlindungan HKI yang tinggi. Di Indonesia, pengaturan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual setidaknya dapat ditemukan di Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun, meskipun cakupan hukum HKI di Indonesia relatif luas, dalam implementasinya sering terjadi pelanggaran HKI. Di Indonesia kasus pembajakan masih merupakan permasalahan yang serius dan belum ditindak dengan tegas sesuai dengan peraturan yang ada. ((“Kajian Kerjasama Bilateral Indonesia – Amerika Serikat Di Bidang Ekonomi Dan Keuangantahun 2012, hal 16)

Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan (), Fasilitas kredit dari pemerintah AS ternyata masih belum banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Indonesia disebabkan antara lain :
1.   Ketidaktahuan Pengusaha Indonesia;
Masih kurangnya pengusaha yang belum memanfaatkan fasilitas ini, kemungkinan karena fasilitas ini belum diketahui oleh para pengusaha Indonesia. Atau, bisa jadi ada pengusaha yang masih kesulitan menyesuaikan diri dengan sejumlah ketentuan dalam mendapatkan fasilitas.
2.   Mengalami kesulitan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas GSP. Untuk meningkatkannya, pertama dengan sistem edukasi dan Kementerian Perdagangan   aktif membantu mereka dengan membuka fasilitas yang lain tentang apa yang mereka belum pahami peraturannya;
3.   Pengusaha Indonesia yang belum memiliki pasar di AS, perlu untuk mengikuti pameran dagang di Negara Paman Sam tersebut, kegiatan ini belum banyak diikuti pengusaha Indonesia. Selain untuk mendapatkan fasilitas GSP kegiatan tersebut dapat memperluas pasar Indonesia di AS.
4.   Memperluas pasar Indonesia di AS dengan cara (a)  membantu menyelesaikan kasus-kasus perdagangan, memberikan informasi secara lengkap terkait kebijakan perdagangan serta membantu mencari pasar lain ketika pengusaha Indonesia tidak berhasil menembusnya.(b) Yang tidak kalah penting menurut Kementerian Perdagangan  adalah peningkatan kerja sama dengan Pemerintah AS, juga dengan pengusaha Indonesia sendiri dan membantu pengusaha melakukan usaha ekspor online dan help-desknya.
5.   Semua produk kalau melebihi US$ 150 juta, berarti dia sudah graduate. Oleh karena itu Indonesia  nggak senang di-graduate.

Dalam hal ini, ada dua hal yang dilakukan pemerintah, yakni pengusaha yang sudah punya pasar ke AS, maka pemerintah akan membantu pengusaha mencapai fasilitas lainnya. Untuk pengusaha yang belum punya pasar di AS, maka pemerintah akan mengarahkan mereka untuk mengikuti pameran-pameran dagang. Terdapat banyak pameran dagang yang besar di AS yang belum banyak diikuti oleh pelaku usaha Indonesia. Pemerintah Indonesia terus bekerja sama dengan pemerintah AS untuk membuat networking lebih baik. Sedangkan dengan dunia usaha di Indonesia pemerintah juga terus menjalin kerjasama untuk menyelesaikan persoalan-persoalan per dagangan dan membantu pengusaha untuk melakukan ekspor.

Kemungkinan lainnya, diperkirakan banyak pengusaha Indonesia yang kegiatan ekspormya ke AS telah mendapat kemudahan bea masuk nol persen sampai dengan lima persen  tanpa  menggunakan fasilitas GSP. Hal ini tidak termonitor sebagai bagian dari pada kebijakan kemudahan program GSP tersebut.  Bisa juga  terjadi ekspornya melalui Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang diperkirakan tidak menggunakan fasiiltas GSP. Kondisi ini menunjukkan bahwa data dan nilai perolehan GSP Indonesia secara keseluruhan dapat dikatakan statistiknya kurang  reperensentatif atau kurang  terwakili secara maksimal perolehan nilai ekspor melalui GSP tersebut.  Dibalik itu, dengan adanya perpanjangan GSP tersebut akan berdampak dua hal bagi eksportir Indonesia, pertama pasar ekspor di AS akan aman untuk beberapa tahun berikutnya selama implementasi GSP dan kedua dengan pasar yang secure, pelaku usaha memperoleh kepastian usaha sehingga akan menarik para buyer untuk menempatkan modalnya di Indonesia.

Dalam artikel Amelia tentang GSP, Indonesia sebagai negara berkembang mengalami kendala pada pelaksanaan prinsip preferensi bagi negara berkembang ini. Kendala yang dihadapi Indonesia merupakan kendala di pelaksanaan GSP tersebut. Pemanfaatan fasilitas GSP yang diberikan oleh negara maju tidak termanfaatkan secara maksimal oleh eksportir Indonesia. Pertama, hal ini dapat terjadi karena tidak semua produk yang diberikan GSP adalah produk ekspor non migas Indonesia. Kedua karena ketidaktahunan para eksportir Indonesia tentang fasilitas GSP karena kurangnya informasi dari pemerintah atau memang keengganan dari eksportir Indonesia untuk masuk pasar negara maju pemberi GSP karena kekhawatiran kalah bersaing, walau ada fasilitas GSP atau eksportir kita yang hanya berani untuk memasarkan produknya di dalam negeri saja.

Selain itu, adanya batas waktu (jangka waktu) pemberian GSP. Apabila jangka waktu GSP ini telah berakhir, maka untuk melakukan perpanjangan dalam perjanjian GSP ini dibutuhkan waktu yang lama dalam melakukan perundingan dengan negara pemberi GSP. Sebagai contoh, dengan habisnya jangka waktu pemberian GSP oleh AS  kepada Indonesia. Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC mengatakan membutuhkan waktu 10 bulan untuk melakukan pendekatan dan negosiasi terhadap pemerintah AS  itu sendiri. Pemberian GSP ini bukan semata-mata ditujukan untuk pengembangan ekonomi semata. Akan tetapi, lebih bernuansa politik sebagai salah satu cara guna menekan negara-negara berkembang agar tetap mengikuti kebijakan dari negara-negara maju. Mengingat bahwa GSP tersebut dapat dicabut apabila negara-negara penerima GSP tidak melaksanakan  kepentingan negara maju (pemberi GSP), seperti terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tidak mendukung demokrasi sosial, mengabaikan lingkungan hidup (tidak pro-lingkungan hidup), dan sebagainya. Dalam perkembangannya, tata cara pemberian GSP oleh negara maju kepada negara penerima GSP selalu berubah-ubah menurut kebutuhan, sering kali didapati bahwa perubahan-perubahan tersebut cenderung makin memperkecil ruang lingkup preferensi yang sudah dinikmati oleh pengusaha pengguna GSP atau malah dihapuskan preferensi tersebut. Karena GSP pada hakikatnya adalah pemberian preferensi dari satu negara ke negara lain, maka sebagian besar dari perubahan tata cara maupun skema GSP yang diberikan tidak dilakukan perundingan untuk adanya suatu perubahan. Sistem preferensi umum yang diberikan negara maju secara unilateral dapat ditarik sewaktu-waktu sehingga posisi negara berkembang sangat lemah.

Pembahasan

Berkaitan dengan penerapan GSP atau bea masuk preferensial (yang lebih rendah), Indonesia merupakan salah satu negara penerima (beneficiary country) dari AS
Perdagangan Internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal, dan tenaga kerja antar negara.  
Kebijakan Perdagangan Internasional (WTO dan UNCTAD) tersebut  negara maju, seperti  AS memberikan preferensi atau fasilitas ekspor untuk komoditi tertentu bagi negara-negara berkembang (under developing countries)  termasuk Indonesia dan negara kurang maju ((least Developed Countries-LDCs) dengan fasiltas ekspor berupa keringanan bea masuk melalui program GSP. Kebijakan WTO, bahwa negara-negara maju memberikan keringanan atau pembebasan bea masuk untuk barang-barang tertentu yang di ekspor oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang memenuhi syarat dalam bentuk pemberian konsesi penurunan atau pembebasan tariff bea masuk yang disebut GSP. Tujuan dari program ini lebih mengarah untuk membantu negara berkembang, memperluas ekonomi mereka dengan mengizinkan barangbarang tertentu yang akan diimpor ke AS untuk mendapatkan fasilitas bebas bea masuk.
Teori dari sistem preferensi ini bahwa negara-negara harus diizinkan untuk menyimpang dari kewajiban-kewajiban Most Favoured Nation (MFN) untuk memperbolehkan mereka  mengurangi tarifnya pada impor barang manakala barang-barang tersebut berasal dari negara-negara berkembang. Hal tersebut akan memberikan negara-negara berkembang suatu keuntungan kompetitif dalam masyarakat industri yang menjadi sasaran ekspor. Hak-hak tersebut diberikan sebagai suatu upaya bersyarat karena pemberian fasilitas itu hanya untuk sementara waktu, atau sebagai upaya dalam rangka transisi yang tunduk pada prinsip bertingkat (graduation). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang anggota WTO dan penerapan prinsip preferensi bagi negara berkembang juga diperoleh oleh Indonesia. Salah satu manfaat dari penerapan prinsip ini yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia adalah dengan diterapkannya GSP dalam keberhasilan Indonesia untuk meningkatkan ekspornya, terutama ekspor non migas .
Tujuan pemberian GSP pentingn lainnya  adalah untuk meningkatkan devisa,  mempercepat industrialisasi dan  pertumbuhan negara-negara berkembang, dengan memberikan serta membuka peluang untuk memasarkan barang-barang yang dihasilkannya, sehingga barang-barang tersebut dapat bersaing dipasaran negara-negara maju. Prinsip preferensi bagi negara berkembang ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. dan dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke luar negeri. Dalam mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke pasar AS melalui program preferensi (form A), Pemerintah Indonesia mengeluarkan Perarutan Menteri Perdagangan RI No. 59/M-DAG/PER/!2/2010 tentang Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan Asal
(SKA)  atau Certificate of Origin (COO)  untuk barang ekspor Indonesia, pasal 2 ayat (2)) bahwa disebutkan :  Preferensi sebagiamana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk memperoleh fasiltas pengurangan atau pembebasan tariff  bea masuk yang diberikan oleh suatu negara atau sekelompok  negara terhadap barang ekspor Indonesia yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perjanjian Internasional atau penetapan unilateral. Untuk itu, dapat disimpulkan manfaat GSP bagi Indonesia, yaitu :
       Devisa negara dan mempercepat proses industrialisasi
       Daya tarik tersendiri terutama bagi relokasi perusahaan-perusahaan dari negara maju
       Peningkatan ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. .
       Meningkatkan perekonomian negara penerima GSP melalui perdagangan luar negerinya dalam rangka diversifikasi negara-negara pemasok

Sercara prinsip, GSP adalah skema yang meliputi produk industri dan pertanian dari negara berkembang yang diberikan akses khusus untuk masuk ke pasar negara maju. Pemberian skema GSP oleh negara maju kepada negara berkembang mempunyai banyak tujuan disamping untuk meningkatkan perekonomian negara penerima GSP melalui perdagangan luar negerinya juga dalam rangka diversifikasi negara-negara pemasok, sehingga dengan makin banyaknya negara yang menjadi pemasok, maka harga ekspor ke negara maju pemberi GSP akan sangat bervariasi dan dengan makin banyaknya sumber, maka kelangkaan barang-barang impor akan semakin kecil.
Secara tradisional market, AS adalah merupakan pasar ekspor Indonesia potensial ke-empat setelah Jepang, Eropa dan Singapore. AS sebagai negara maju yang memiliki kebijakan dalam  Program GSP yang saat  ini masih merupakan salah satu kunci penting dalam mengembangkan pasar Indonesia di AS.. Banyak produk IKM Indonesia yang dapat melakukan akses pasarnya ke pasar AS. Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) memiliki kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan volume ekspor Indonesia. Hal ini bahwa sektor pembangunan ekonomi kerakyatan yang memegang peranan penting dan strategis adalah pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM). 

Menurut Atase Perdagangan RI di Washington DC, USA, akses akan semakin lebih leluasa bagi pebisnis ke pasar AS terutama untuk produk dari negara-negara berkembang. Akses juga membuka semakin banyaknya pilihan berbagai jenis industri dan konsumen AS.   Sumber pemasukan komoditas impor yang besar, senilai 19,1 billion US dollar  masuk melalui GSP pada tahun 2011. Kalau 10 persen saja dari (nilai ekspor Indonesia ke AS) 19,1 billion, nilai dan volume ekspor Indonesia meningkat dari yang didapat sekarang. GSP sangat potensial mengingat Indonesia dan AS  sama-sama partner dagang penting. Ekspor Indonesia ke pasar AS mencapai sekitar 19,1 billion US dollar, naik hampir 17 persen dibanding tahun 2010. AS merupakan pembelanja produk Indonesia yang terbesar ke-tiga.

GSP bagi Indonesia disamping untuk memperoleh devisa negara dan mempercepat proses industrialisasi serta pertumbuhan perekonomian Indonesia, dan untuk menarik investor ke dalam negeri, tetap akan menjadi daya tarik tersendiri terutama bagi relokasi perusahaan-perusahaan dari negara maju. Peningkatan ekspor Indonesia tetap harus segera mencari jalan keluar bagi pengembangan industri dan perdagangannya agar mampu bersaing di pasar internasional. Indonesia harus dapat menciptakan sendiri daya saing (Competitive Advantage) produknya tanpa harus mengandalkan diskon yang diberikan negara maju dengan pengurangan tarif impornya.

Hingga saat ini  Indonesia mendapat Fasilitas GSP untuk sekitar 2.249 jenis produk dari 3.400  jenis produk. Dari jumlah tersebut Indonesia telah mengekspor hingga 1,8 miliar dollar AS atau sekitar 12,2 persen dari keseluruhan total ekspor Indonesia ke AS. Sementara  dari total ekspor non migas kontribusinya  mencapai 20-25 %  pertahunnya.  Dari 2.249 produk Indonesia yang mendapatkan fasilitas GSP, baru kurang lebih 6.52 produk yang memanfaatkan fasilitas GSP, atau sekitar 25% (berdasarkan data web US International Trade Commission-USITC).

Dengan adanya  fasilitas GSP dimaksud berarti produk Indonesia akan aman  dipasar di AS untuk beberapa tahun berikutnya selama implementasi GSP dan dengan pasar yang secure, pelaku usaha memperoleh kepastian usaha sehingga akan menarik para buyer untuk menempatkan modalnya di Indonesia. Untuk dapat memilihara kondisi pasar tersebut, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam WTO, khususnya hak atas kekayaan intelektual  (Intelectual Property Righ -IPR) sebagaimana yang dipermasalahkan  oleh Aliansi Kekayaan Intelektual Internasional (IIPA). Dengan demikian, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu rambu ketentuan WTO.

Menurut “Warnita Amelia”  pemberian perlakuan khusus bagi negara berkembang ini disebut dengan prinsip preferensi. Prinsip mengenai preferensi bagi negara berkembang adalah prinsip yang mensyaratkan perlunya suatu kelonggaran-kelonggaran atas aturan-aturan hukum tertentu bagi negara negara berkembang. Artinya negara-negara ini perlu mendapat perlakuan khusus manakala negara-negara maju berhubungan dengan mereka. Untuk meningkatkan pembangunan mereka mendorong negara-negara industri dapat membantu pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang.

Pemberian perlakuan khusus tersebut bertujuan untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara kedua negara. Perlakuan khusus dimaksud adalah dengan memberikan akses kepada pasar negara – negara kaya dengan pengenaan tarif yang relatif rendah dan mendapatkan pengecualian tertentu dari ketentuan perjanjian WTO . Kendatipun demikian, kemajuan dan kesejahteraan yang diharapkan tidak selalu mudah untuk dicapai.

Penutup

1.   Program GSP merupakan program fasilitas perdagangan yang diberikan oleh Pemerintah AS sejak tahun 1974 kepada 127 negara berkembang dan LDCs dengan memberikan duty free (tarif nol persen) untuk sekitar 5.000 jenis produk. Sejak ditetapkan 39 tahun yang lalu program in belum pernah berhenti, walaupun program ini bukan program permanen. Secara statuta (perundangan) AS masa berlaku GSP bersifat sementara namun secara berkala dapat diperpanjang dalam kurun waktu tertentu asalkan mendapat mandat perpanjangan oleh Congress. Dari data tahun 2012, AS mengimpor produk senilai 20 milliar dollar di bawah program GSP. Top 5 negara pemanfaat GSP adalah India (4,5 milliar dollar), Thailand (3,7 milliar dollar), Brazil (2,3 milliar dollar), Indonesia 2,2 milliar USdollar atau sepadan dengan 12 % total ekspor RI ke AS  dan Afrika Selatan 1,3 milliar USdollar. 
2.    Indonesia sebagai peringkat ke-empat yang memanfaatkan GSP dari AS, Indonesia sesungguhnya sudah aktif. Namun, kalau dilihat dari 3.400 jenis produk yang ditawarkan AS dan Indonesia baru memanfaatkan sebanyak 652 jenis atau sekitar 20%, maka masih banyak jenis produk yang belum dimanfaatkan fasilitas GSPnya,” Belum maksimalnya pemanfaatan fasilitas GSP disebabkan kurangnya pengetahuan para pengusaha Indonesia mengenai manfaat GSP dan prosedur penggunaannya.” Pemanfaatan GSP ini merupakan strategi yang tepat dalam mempertahankan pertumbuhan ekspor ke AS. AS tetap merupakan pasar terbesar di dunia, sehingga Indonesia harus mempertahankan atau bahkan meningkatkan ekspor Indonesia  ke negara tersebut,” Sebagai peringkat ke-empat yang memanfaatkan GSP dari AS, Indonesia sesungguhnya sudah cukup aktif. Namun, kalau dilihat dari 3.400 jenis produk yang ditawarkan AS dan Indonesia  baru memanfaatkan sebanyak  652 jenis atau sekitar 20 persen maka masih banyak jenis produk yang belum dimanfaatkan fasilitas GSP-nya,"

3.   Memperluas pasar Indonesia di AS dengan cara :(a)  membantu menyelesaikan kasus-kasus perdagangan, memberikan informasi secara lengkap terkait kebijakan perdagangan serta membantu mencari pasar lain ketika pengusaha Indonesia tidak berhasil menembusnya. (b)  peningkatan kerja sama dengan Pemerintah AS, juga dengan pengusaha Indonesia sendiri dan membantu  pengusaha melakukan usaha ekspor online dan help-desknya. (c)  dipertahankan sebagai  “ market akses ”  Indonesia memasuki pasar AS. (d) menggunakan GSP sebagai alat pemasaran (ekspor). (e) sosialisasi Pro-aktif ke seluruh Pemangku Kepentingan, khususnya agar pelaku usaha dan Perguruan Tinggi  lebih memahami manfaat dari GSP tersebut.  Pemerintah harus memberikan penjelasan pada setiap perubahan tentang GSP (resolusi "the Bill 3113" ). (f) mengikuti Seminar dan perbanyak pelatihan tentang GSP, Partisipasi  aktif Pameran Dagang di pasar AS. (g) mengembangkan kerjasama internasional dalam perdagangan agar pengusaha nasional dapat mengembangkan daya saing di luar negeri, (h) Pemerintah harus memberikan penjelasan pada setiap perubahan tentang GSP, (i) memanfaatkan perwakilan perdagangan RI di luar negeri seperti atase perdagangan dan ITPC. (j) membangun simboisis yang kuat antara PT dengan mengkaji kegiatan fasiltas ekspor  (k) melakukan lobby dan negosiasi dengan pihak pemerintah Amerika Serikat (USTR) yang sangat intens
4.   Ketidakpastian dalam perpanjangan GSP menyebabkan perusahaan di AS beralih ke perusahaan non-GSP sehingga berdampak bagi jutaan pekerja di negara-negara penerima GSP termasuk Indonesia. Program GSP perlu terus dimanfaatkan oleh eksportir RI terutama perusahaan skala kecil dan menengah untuk meningkatkan daya saing dan menjalin kemitraan dengan importir AS ketika telah kompetitif maka dapat graduate tanpa memerlukan program GSP.
5.   Program GSP agar tetap dipertahankan sebagai  “ market akses ”  Indonesia memasuki pasar AS dalam meningkatkan ekspor non migas . Oleh karena itu, kegiatan sosalisasi dan promosi yang lebih pro aktif perlu ditingkatkan volumenya. Selain itu, diperbanyak pelatihan tentang GSP, pemerintah harus memberikan penjelasan pada setiap perubahan tentang GSP, memperbanyak dan memperdalam masalah GSP dengan cara simulasi dan penyuluhan GSP ke-berbagai instansi dan kepada pembina apararur ekspor , menggencarkan sosialisasi baik melalui media dan Internet/situs, social media, pasang banner disetiap situs/WEB terutama di situs Kementerian Perdagangan  dan sosialisasi kepada eksportir dan instansi terkait secara terstuktur, mengadakan seminar/workshop, menyusun  buku panduan, membuat website mengenai GSP
6.   Menggunakan GSP sebagai alat pemasaran, mengidentifikasi GSP produk yang memenuhi syarat ekspor dan mempertimbangkan produk dengan keunggulan GSP. Disamping itu, mengidentifikasi bentuk & pengembangan pembeli potensial AS dengn cara memahami pasar AS.  Sedangkan program  lainya  yang tidak kalah pentingnya : (a) meningkatkan akses ke pasar AS, (b) pilihannya diperluas untuk industri AS & konsumennya, (c)  memanfaatkan penyediaan gratis hingga 5.000 produk dari 128 negara

Daftar Pustaka

1.   Amelia , Warnita, 2012, Penerapan Prinsip Preferensi Bagi Negara Berkembang Dalam
2.   Perdagangan Bebas Pada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) Dan Pemanfaatannya Oleh Indonesia, Artikel, Pascasarjana,  Program Studi Ilmu Hukum Universitas Andalas
3.   Andri Akbar, Nasution, World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan, 2010
4.   Atase Perdagangan Washington DC,  2011, Laporan Tahunan, , KBRI RI di Washinfgton DC
5.   Gita Wirjaman, Mendag, 2012, FASILITAS GSP: Gita yakin tak akan dicabut AS, 
6.   Halwani, Hendra, Prof, Dr, Ma, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, edisi kedua, 2005
7.   Liberalisasi Perdagangan Dunia  UU No.7 Tahun 1994, Indonesia resmi menjadi anggota WTO Kebijakan Umum Ekspor-Impor-Global Market , Indonesia 2012
8.   Nazril fathun, peran dan manfaat WTO bagi kepentingan pembangunan indonesia, 2009
9.   Nazril fathun, peran dan manfaat WTO bagi kepentingan pembangunan indonesia, 2009
10. Perarutan Menteri Perdagangan RI No. 59/M-DAG/PER/!2/2010 tentang Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)  atau Certificate of Origin (COO)  untuk barang ekspor Indonesia
11. Sekilas mengenai fasiltas  GSP Pemerintah AS
12. Sekilas tentang organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Apakah WTO itu, 2010



Tabel 1 :
Data Komoditi GSP Indonesia Ke Amerika
Tahun 2008 – 2012

N0
TAHUN
JUMLAH


KELOMPOK PRODUK EKSPOR (HS)

DEVISA (USD)

KETERANGAN
1
2008
421 Produk 
5.245.795.300


2
2009
416 Produk
3.499.323.358


3
2010
451 Produk
3.212.513.301


4
2011
449 Produk
3.556.527.457


5
2012
478 Produk
7.962.124.524



  Sumber : Direktorat Fasiltasi Ekspor dan Impor - BPS , diproses oleh Badan Pengkajian     dan Pengembangan  Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, data diolah



Tabel 2 :
Perkembangan Nilai Ekspor GSP  Indonesia Ke Amerika Serikat
2008-2012







Dalam juta US dollar




Tahun
Value SKA
Value according to BPS
Selisih




1
2
3
4



2008

5,258
                       
13,037

 7,779



2009

3,501
                      
10,850

 7,349



2010

3,214
                       
14,267

11,053



2011

3,557

16,459

12,902



2012

7,962

14,874

  6,912



Sumber : SKA dan BPS Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag, data diolah















Tabel 3 :
Ekspor Non Migas Ke Amerika Serikat
Dalam : US Milyar

Tahun
                                                Nilai             
---------------------------------------------------------------  % Pangsa GSP                                                                    
         Non Migas                                       GSP               
2005
                     1,57                                      10,41
2006
                     1,89                                      11,46
2007
                     2,19                                      11,83
2008

2009
                     1,40                                          5,2
2010
                     1,79                                        27,6
2011
                     1,96                                        10,3
        
   Sumber : Laporan Atdag Washington, tahun 2008 tidak tercatat.




Tabel 4
Daftar Negara Pemberi GSP kepada Indonesia
2013
No
Nama Negara
Keterangan
1
Australia

2
Belarus

3
Kanada

4
Jepang

5
Selandia Baru

6
Norwegia

7
Swiss ditambah Liechtenstein

8
Turki

9
Amerika Serikat

10
Uni Eropa :


 Uni Eropa :
Austria, Hongaria, Perancis, Belgia, Italia, Polandia, Bulgaria, Irlandia, Portugal , Belanda Inggris, Rumania, Siprus, Jerman, Spanyol, Ceko, Luxemburg, Slovakia, Denmark, Latvia, Slovenia, Estonia. Lithuania, Swedia. Finlandia. Malta. Yunani



Tabel 5 :

GSP dalam Angka


·     Tahun GSP pertama kali dilembagakan                     : 1976
·     Total impor AS di bawah GSP (2012)                       : $ 19,900,000,000
·     tugas Impor disimpan pada produk GSP (2012)        : $ 742,000,000
·     Jumlah negara penerima GSP dan wilayah                 : 127
44: · Jumlah penerima GSP yang paling negara
(LDCs) dikembangkan
·     Total jumlah 8 digit pos tarif US memenuhi syarat
untuk bebas bea masuk di bawah GSP                      : 4975
·     Ini, jumlah yang memenuhi syarat untuk semua
penerima GSP                                                         : 3.511
·     Nomor memenuhi syarat untuk LDC
hanya penerima:                                                        1.464

Sumber : United State of  Trade Representatif  (USTR), USA : Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) adalah badan lebih dari 200 profesional yang berkomitmen dengan puluhan tahun pengalaman khusus dalam isu-isu perdagangan dan wilayah di dunia.


Tabel 6 :

2012 Top GSP Produk (berdasarkan nilai):



1. Ferroalloys                                                        ($ 1 miliar)
2. Bagian kendaraan bermotor                               ($ 938.000.000)
3. Karet ban radial                                                 ($ 883.000.000)
4. Perak dan perhiasan emas                                  ($ 748.000.000)
5. Minyak mentah cair                                            ($ 664.000.000)
6. Plat aluminium dan produk terkait                        ($ 427.000.00
7. Besi dan tabung baja dan pipa fitting                    ($ 359.000.000)
8. Kawat optik terisolasi dan serat dan kabel           ($ 330.000.000)
9. Bagian transmisi                                                  ($ 324.000.000)
10. Mesin fitting untuk pipa, tong, & produk terkai($ 291.000.000)

      Sumber : United State of  Trade Representatif  (USTR), USA



Tabel 7

Perkembangan Nilai Ekspor GSP Indonesia ke AS
2008-2012
Dalam juta US dollar
Tahun
Value SKA
Value according to BPS

Selisih
2008
5,258
13,037
7,779
2009
3,501
10,850
7,349
2010
3,214
14,267
11,053
2011
3,557
16,459
12,902
2012
7,962
14,874
  6,912

Sumber :  : SKA dan BPS, Ditfas Ekspor-Impor Kemendag

















Perkembangan Nilai Ekspor GSP Indonesia ke AS
2008-2012
Dalam juta US dollar
(gambar)


Silakan Download File Dibawah Ini
Download







1 komentar: