SEKILAS INFO TENTANG
ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA
(WORLD TRADE ORGANIZATION-WTO)
Nursal Baharuddin
Dosen Akademi Pimpinan Perusahaan
Abstract
World
Trade Organization (WTO) is the only international organization dealing with
the global rules of trade between nations. WTO multilateral trading system
governed by an agreement that contains the basic rules of international trade
as a result of negotiations that have been signed by the members. The
Government of Indonesia is a founding member of Word Trade Organization (WTO)
and has ratified the agreement through Law of The Republic of Indonesia Number
7 of 1994 concerning Ratification of the Agreement Establishing the World Trade
Organization.
The
idea to establish a multilateral trade organization has been done with the
approval of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) in 1947. Since
GAAT was agreed, the system was developed through a series of trade
negotiations, or rounds, held under GATT. The first rounds dealt mainly with
tariff reductions but later negotiations included other areas such as
anti-dumping and non-tariff measures. The last round - the 1986-94 Uruguay
Round - led to the WTO's creation and officially established in 1995.
WTO
main function is to ensure that trade flows as smoothly, predictably and freely
as possible. It’s done by administering WTO trade agreements, creating forum
for trade negotiations, handling trade disputes, monitoring national trade
policies, technical assistance and training for developing countries and
cooperation with other international organizations.
WTO main function
is supported by founding and guiding principles remain the pursuit of open
borders, the guarantee of most-favoured-nation principle and non-discriminatory
treatment by and among members, and a commitment to transparency in the conduct
of its activities. Until now, WTO currently has 161 members, of which 117 are
developing countries or separate customs territories and have helped to create
a strong and prosperous international trading system, thereby contributing to
unprecedented global economic growth.
Keywords :
World Trade
Organization (WTO)/
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT),
Under Developing
Countries/Least Of Developing Countries, Most-Favoured-Nation Principle,
National Treatment
Abstraksi
Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) adalah satu-satunya organisasi internasional yang
berurusan dengan aturan perdagangan global antar bangsa. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan
dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah
ditandatangani oleh negara-negara anggota. Pemerintah Indonesia merupakan salah
satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi
Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.
Ide
untuk mendirikan sebuah organisasi perdagangan multilateral telah dilakukan
dengan disepakatinya dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada
tahun 1947. Sejak GAAT disepakati, sistem ini dikembangkan melalui serangkaian
negosiasi perdagangan, atau putaran, yang diselenggarakan di bawah GATT.
Putaran pertama yang dilakukan mambahas
penurunan tarif namun negosiasi kemudian bertambah ke hal yang lebih luas
seperti langkah-langkah anti-dumping
dan non-tariff. Putaran terakhir -
1986-1994 Putaran Uruguay - mengarah pada penciptaan WTO dan secara resmi WTO
didirikan pada tahun 1995.
Fungsi
utama WTO adalah untuk memastikan bahwa arus perdagangan lancar, bisa ditebak
dan sebebas mungkin. Ini dilakukan dengan menyelenggarakan perjanjian
perdagangan WTO, menciptakan forum untuk
negosiasi perdagangan, penanganan sengketa perdagangan, memonitor kebijakan
perdagangan nasional, bantuan teknis dan pelatihan untuk negara-negara
berkembang dan kerjasama dengan organisasi internasional lainnya. Fungsi utama WTO didukung oleh prinsip founding and guiding dimana dilakukan
usaha untuk penghapusan batas-batas negara, jaminan prinsip most-favoured-nation
dan non-discriminatory treatment diantara anggotanya, dan
komitmen untuk transparan dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Sampai saat
ini, WTO 161 anggota, dimana 117 anggotanya adalah negara-negara berkembang
atau wilayah pabean terpisah dan WTO telah membantu untuk menciptakan sistem
perdagangan internasional yang kuat dan makmur, sehingga berkontribusi untuk
pertumbuhan ekonomi global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kata kunci : World Trade Organization (WTO) /General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT), ,
Negara
Berkembangan, Negara Kurang Maju, Perlakuan yang sama untuk semua anggota,Perlakuan Nasional
PENDAHULUAN.
World
Trade Organisation (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia
adalah badan antar-pemerintah, yang mulai berlaku 1 Januari 1995, Tugas
utamanya adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan
menghilangkan hambatan-hambatan per dagangan seperti tariff dan non tariff
(misalnya regulasi); menyediakan forum perundingan perdagangan internasional;
penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di
negara-negara anggotanya. WTO saat ini mempunyai anggota
160 negara dan
merupakan suatu lembaga permanen.
WTO
merupakan metamorfosis dari Perjanjian Umum Bea Masuk dan Perdagangan atau GATT
(General Agreement on Tariff and Trade) yang didirikan tahun 1947, sebagai
bagian dari kesepakatan di Bretton Woods, Amerika. Dalam pada itu, perjanjian
WTO sifatnya mengikat secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi
perjanjian bisa diadukan oleh Negara anggota lainnya karena merugikan mitra
dagangnya, serta menghadapi sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO.
Pendirian WTO berawal
dari negosiasi yang dikenal dengan “Uruguay Round” (1986-1994) serta
perundingan sebelumnya di bawah “General Agreement on Tariffs and Trade” (GATT). Sejak tahun 1995 GATT
resmi menjadi WTO Tujuan WTO untuk
satu organisasi internasional yang memegang peran utama dalam mengatur beberapa
masalah perdagangan dunia WTO didirikan
dengan maksud untuk membuat kesejahteraan negara-negara anggota lewat perdagangan internasional yang lebih
bebas. Hal itu diinginkan bisa dicapai lewat rangkaian ketentuan-aturan yang
disetujui dalam perdagangan multilateral yang adil serta transparan dan
melindungi keseimbangan kebutuhan seluruhnya negara anggota baik negara maju
ataupun negara berkembang terhitung negara-negara Least of Developing Countries
(CDCs).
Dasar untuk mencapai kesejahteraan
bersama tersebut dituangkan lebih lanjut dalam undang-undang pendirian WTO
(Agreement Esthablishing The WTO) yang isi menegaskan secara spesifik tujuan,
fungsi dan struktur kelembagaan WTO.
World
Trade Organization
(WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia, merupakan satu-satunya badan
internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara.
Sistem
Perdagangan Multilateral WTO diatur
melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh
negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar
negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan
kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing.
Walaupun
ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para
produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan.
Pemerintah
Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan
telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994.
Pengambilan keputusan di WTO umumnya
dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh negara anggota. Badan tertinggi di
WTO adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang dilaksanakan setiap dua tahun
sekali. Di antara KTM, kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan
oleh General Council. Di bawahnya terdapat badan-badan subside yang
meliputi dewa, komite dan sub-komite, yang bertugas untuk melaksanakan dan
mengawasi penerapan perjanjian-perjanjian WTO
oleh negara anggota.
Agenda pokok yang
dibahas dalam WTO antara lain Sattlement (Peyelesaian) terdiri dari Consultation, Dispuate Sattlement Body (DSB) ,Negotiation
dan issue berupa tariff dannon non
tariff berrier, dumping, safeguard, HKI dan standard
Sistem
WTO
sangat berkuasa terhadap anggotanya
dan mampu memaksakan aturan-aturannya, karena anggota terikat secara legal
(legally binding) dan keputusannya irreversible
artinya tidak bisa ditarik kembali. Sebagai suatu organisasi perdagangan
dunia, WTO memiliki peran penting dalam mengatur perdagangan dunia. Peran
tersebut diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar
perdagangan internasional.
WTO
memiliki tujuan untuk meng administrasikan berbagai persetujuan serta mengawasi
berbagai komitmen pasar di bidang tarif maupun non-tarif, mengawasi praktek
praktek perdagangan internasional, menyelesaikan sengketa dan penyediaan
mekanisme, menyediakan bantuan teknis yang diperlukan anggota sebagai forum
untuk melakukan perundingan pertukaran profesi di bidang perdagangan.
Dengan
kata lain, WTO menginginkan kesejahteraan rakyat bagi negara-negara anggotanya.
Namun seiring berjalannya waktu, keinginan untuk mensejahterakan rakyat bagi
negara-negara anggotanya dirasa semakin sulit karena timbul permasalahan dalam
menyikapi konsep perdagangan dunia diantara anggotanya. Karena, setiap anggota
memiliki kepentingan tersendiri untuk mencapai kesejahteraan negaranya.
Berdasarkan kepentingnnya lainnya World Trade
Organization (WTO)
atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan sebuah pintu gerbang bagi suatu
negara untuk memperluas akses pasarnya.
Prinsip
pembentukan dan dasar WTO adalah untuk
mengupayakan keterbukaan batas wilayah, memberikan jaminan atas
“most-favored-nation principle” (MFN) dan perlakuan non-diskriminasi oleh dan
di antara Negara anggota, serta komitmen terhadap transparansi dalam semua
kegiatannya. Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional,
dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan
mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan meningkatkan
kesejahtera an, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas.
Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai
dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi setiap Negara anggota.
Prinsip-Prinsip
Dasar WTO
Di dalam perkembangannya, WTO memiliki 5 (lima) prinsip
dasar GATT/WTO yaitu :
1. Perlakuan yang
sama untuk semua anggota (Most
Favoured NationsTreatment-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT
1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani dalam
rangka GATT-WTO harus diperlakukan secara sama kepada semua negara
anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk
menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan
negara lainnya.
Dengan berdasarkan prinsip MFN,
negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan
mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu
negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara
anggota lainnya.
2. Pengikatan
Tarif (Tariff binding)
Prinsip ini diatur dalam pasal II
GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar
produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya
harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk
menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk
sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.
3. Perlakuan nasional (National treatment)
Prinsip ini
diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak
diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan
produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi.
Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain,
pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang
mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi,
distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan
campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan
sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
4. Perlindungan
hanya melalui tarif.
Prinsip
ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri
dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.
5. Perlakuan
khusus dan berbeda
bagi negara-negara berkembang (Special dan Differential
Treatment for developing countries – S&D).
Untuk
meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan
internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga
semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan
berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk
melaksanakan persetujuan WTO.
Indonesia
merupakan salah satu negara pendiri
WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang
berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan
yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan
tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya (Andri Akbar,
Nasution 2010).
Keikutsertaan Indonesia dalam WTO akan mendorong
potensi dalam negeri untuk mengkonsolidasi
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dengan dunia
internasional. Organisasi Perdagangan Dunia:
WTO (World Trade Organization)
juga merupakan organisasi internasional yang
mengawasi banyak persetujuan yang
mendefinisikan "aturan perdagangan" di antara anggotanya.
Kepentingan
bagi indonesia, di mana perekonomian
Indonesia bertumpu pada peningkatan ekspor non migas sebagai penghasil devisa,
sehingga menginginkan akses pasar yang lebih luas bagi produk ekspornya. Oleh karena itu, Indonesia sangat mendukung
perdagangan yang terbuka dan transparan. mendapatkan pengecualian tertentu dari
ketentuan perjanjian GATT/WTO . Kendatipun demikian, kemajuan dan kesejahteraan
yang diharapkan tidak selalu mudah untuk dicapai.
Dengan telah terbentuknya Organisasi
perdagangan dunia (WTO), di mana Indonesia sebagai salah satu negara
anggotanya, maka dengan sendirinya Indoesia harus mematuhi segala komitmen yang
telah disepakati bersama. Berbagai masalah atau isu yang timbul
diusahakan untuk diselesaikan melalui perundingan-perundingan
yang dilakukan oleh WTO untuk mencapai kata sepakat.
Perundingan
tersebut diantaranya adalah Putaran Doha pada 2001, yang menghasilkan Deklarasi
Doha berupa mandat untuk melakukan negosiasi di berbagai bidang seperti
perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu
implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa dan
peraturan WTO dan Doha Development Agenda
terkait isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara
berkembang paling terbelakang (Least developed countries/LDCs), seperti:
kerangka kerja kegiatan bantuan teknik WTO, program kerja bagi negara-negara
terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan secara penuh
negara-negara kecil ke dalam WTO.
Dalam
Putaran Doha terjadi kebuntuan dalam menyikapi permasalahan diantara anggota
dan menandai diluncurkannya putaran perundingan baru.
Perundingan
baru setelah kegagalan Putaran Doha terjadi tahun 2013 melalui Konfrensi
Tingkat Menteri-WTO di Bali. Pada KTM di Bali terjadi kesepakatan dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan perdagangan di antara anggota WTO
melalui Bali Package.
Bali Package berisi
kesepakatan tentang masalah perdagangan yang dirangkum menjadi tiga, yaitu:
fasilitasi perdagangan, pertanian, dan
perkembangan dan isu negara kurang berkembang. Ketiganya mengancam kredibilitas WTO karena rezim
perdagangan ini mati suri sejak 2005. Namun, kesepakatan Bali tidak
menjamin permasalahan permasalahan Perdagangan antara anggota WTO berakhir.
Dampak
Hasil Kesepakatan WTO di Bali, Desember 2013 Terhadap Indonesia 5 Tahun Kedepan
World Trade Organization baru saja digelar. Berbagai kesepakaatan muncul.
Berbagai respon pun muncul. Berikut adalah hasil kesepakatan WTO di Nusa Dua
Bali bulan Desember tahun 2013 atau yang disebut dengan Paket Bali.
1. Negara
maju akan mengurangi subsidinya, negara berkembang diberi proteksi oleh negara
maju.
2. Kemudahan
sistem lalu lintas dan fasilitas perdagangan untuk Least Development
Country
3. Fasilits
perdagangan untuk meningkatkan peningkatan kapasitas pelayanan dari negara
least development dan negara berkembang.
Poin-poin
tersebut pada pelaksanaannya akan memihak pada asing dan kapitalis dan memeras
negara tertinggal dan negara berkembang.
Sejak
dulu, WTO dinilai hanya memeras negara tertinggal dan berkembang. WTO pada
akhirnya mempermudah akses dan fasilias produk impor bidang pertanian. Keran
impor dibuka, petani lokal kalah saing. Selain itu, fasilitas subsidi bagi
petani lokal tidak ditingkatkan. Sehingga membuat petani makin miskin.
WTO
pada dasarnya menyandera negara berkembang agar dapat menguasai produksi dan
pasar dari negara-negara berkembang . Hal berbeda diungkapkan Presiden SBY dan
Wamendag yang mengatakan Indonesia ingin berkontribusi terhadap dunia melalui
WTO, dengan sama-sama membangun tata niaga yang ideal dan fair di perdagangan
internasional. Pertanyaannya adalah, sudah fair dan idealkah tata niaga yang
diagungkan via WTO selama ini? Pendapat pribadi, WTO adalah wadah yang
digunakan untuk memfasilitasi negara-negara maju agar bisa terus meraup
keuntungan dari negara-negara berkembang. Itu bukan definisi dari pakar, ahli
atau instansi manapun yang legal. Definisi tersebut adalah gambaran yang tidak
terucapkan, karena berkedok kerjasama namun hanya membuat win satu pihak yaitu
asing, dan mengeksploitasi pihak domestik yaitu Indonesia. 5 tahun kedepan
tidak akan ada dampak positif secara signifikan, sebagian besar petani masih
ada dalam garis kekurangan karena kalah saing oleh produk pertanian impor (yang
bisa diproduksi dalam negeri), subsidi petani tidak dikembangkan dan tidak
menolong signifikan petani di Indonesia, sehingga kapitalis semakin nyaman
dengan fasilitas-fasilitas dan kemudahan akses tersebut.
PERMASALAHAN
WTO sebagai
pembuat aturan dagang antara anggotanya memiliki tujuan yang ingin dicapai
yaitu mengapus hambatan perdagangan dunia. Dalam melaksanakan tujuan tersebut,
terdapat permasalahan – permasalahan yang menjadi hambatan untuk terciptanya
perdagangan bebas.
Permasalahan yang
sering terjadi antar anggota WTO adalah mengenai tarif kuota tinggi, prosedur
kepabeanan yang rumit, subsidi pertanian yang kontroversial, serta keluhan
negara berkembang dan kurang berkembang dalam menghadapi pasar bebas.
Secara garis
besar, dapat disebutkan permasalahan yang terjadi dalam WTO yaitu:
a.
Fasilitas
Perdagangan.
Fasilitasi
Perdagangan adalah elemen penting dalam kegiatan ekspor impor (Perdagangan
Internasional) Tujuan dari program Fasilitasi Perdagangan adalah mengurangi
hambatan yang dihadapi negara-negara berkembang dalam memindahkan barang-barangnya
secara cepat dan berbiaya lebih efektif. Persetujuan fasilitas perdagangan yang
bertujuan melancarkan arus perdagangan barang maupun jasa.
Pemahaman
Fasilitas perdagangan adalah penyederhanaan dan harmonisasi prosedur
perdagangan internasional, dalam pengertian lebih luas fasilitas perdagangan
juga dimaksudkan untuk perbaikan infrastruktur transportasi, penghapusan
korupsi pemerintah, modernisasi administrasi kepabeanan, penghapusan hambatan
perdagangan non-tarif lainnya, seperti serta pemasaran ekspor dan promosi.
Hal
tersebut dimaksudkan karena dalam melakukan perdagangan, terdapat hambatan
berupa perbedaan prosedur perdagangan antar negara baik masalah tarif maupun
non-tarif. Dalam hal tarif terdapat masalah berupa perbedaan bea masuk dan
pungutan pajak lainnya. Banyak dari negara-negara anggota WTO mengeluhkan biaya
seperti bea masuk dan biaya lainnya yang cukup tinggi sehingga membuat kegiatan
impor yang dilakukan tidak efisien. Selain itu, permasalahan dalam hal
non-tarif diantaranya adalah infrastruktur transportasi yang kurang memadai,
prosedur kepabeanan yang sulit, serta kurangnya media promosi dalam
memperkenalkan produk yang ingin diekspor.
b. Sektor
Pertanian
Pada
sektor pertanian terdapat masalah yang berkaitan dengan subsidi pertanian.
Negara berkembang dan kurang berkembang memiliki perbedaan pendapat dengan
negara maju dalam hal pengenaan subsidi pertanian. Produk impor hasil subsidi
pertanian yang umumnya dilakukan oleh negara maju membuat ketidakstabilan harga
di negara berkembang dan kurang berkembang. Karena umumnya produk hasil subsidi
akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk lokal sejenis, Selain
membuat petani lokal kehilangan pasar, hal tersebut juga membuat ketergantungan
akan produk pertanian impor.
c. Perkembangan Dan Isu Negara Kurang Berkembang
Pemberlakuan
perdagangan internasional yang semakin bebas membuat negara kurang berkembang
harus bekerja ekstra agar produk-produk negaranya dapat bersaing dan dapat
diimpor ke negara lainnya. Hal tersebut bukan merupakan perkara yang tidak
mudah lantaran negara kurang berkembang memiliki keterbatasan dalam modal,
sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi maju yang mendukung produksi
lokal. Tanpa hal tersebut negera kurang berkembang akan kesulitan karena tidak
dapat bersaing dalam hal harga dan juga kualitas.
PEMBAHASAN
a. Fasilitasi
Perdagangan
Seiring
perkembangan zaman, tidak bisa dipungkiri terdapat masalah-masalah yang
dihadapi negara-negara anggota WTO dalam menjalani perdagangan internasional.
Diantaranya adalah terkait masalah prosedur kepabeanan dan efektifitas serta
efisiensi dalam melakukan perdagangan. Oleh karenanya, muncul fasilitasi
perdagangan yaitu penyederhanaan dan harmonisasi prosedur perdagangan
internasional, melalui Perjanjian Fasilitasi Perdagangan atau Trade Facilitation Agreement (TFA).
Melalui
perjanjian ini, negara anggota berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan dan
peningkatan transparansi berbagai ketentuan yang mengatur ekspor, impor, dan
barang dalam proses transit. Sehingga kegiatan perdagangan dunia dapat menjadi
semakin cepat, mudah dan murah
Dalam
perdagangan global, setiap harinya terjadi kegiatan ekspor-impor. Kegiatan
tersebut menggunakan banyak instrumen untuk menyelesaikan prosedur ekspor atau
impor. Untuk menyelesaikannya dibutuhkan waktu yang lama karena setiap anggota
WTO memiliki regulasi tersendiri dalam menyelesaikannya. Diantara anggota,
terdapat perbedaan regulasi baik tarif
maupun non tarif yang cenderung menghambat jalannya arus perdagangan. Masalah
seperti persyaratan dokumentasi sering cenderung tidak transparan dan jauh
duplikasi di banyak tempat, masalah sering diperparah oleh kurangnya kerjasama
antara pedagang dan agen-agen resmi serta kemajuan teknologi informasi untuk
penyerahan data yang belum otomatis.
Upaya
Penyelesaian
Pada
2013, telah dilakukan KTM Bali yang menyepakati untuk memfasilitasi perdagangan
antara negara anggota WTO. Keputusan fasilitasi perdagangan adalah kesepakatan
multilateral untuk menyederhanakan prosedur kepabeanan dengan mengurangi biaya
perdagangan lintas batas dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi, yang diatur
menjadi 13 pasal dan ketentuan khusus mengenai special treatment.
Tujuannya
adalah untuk mempercepat prosedur kepabeanan; membuat perdagangan lebih mudah,
lebih cepat dan lebih murah; memberikan kejelasan, efisiensi dan transparansi;
mengurangi birokrasi dan korupsi, dan menggunakan kemajuan teknologi.
Hal
ini dirancang untuk merespon dengan cepat permintaan pemerintah untuk bantuan
dalam memperbaiki infrastruktur, institusi, pelayanan, kebijakan, prosedur, dan
sistem regulasi yang berorientasi pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan
untuk melakukan perdagangan internasional pada waktu dan dengan biaya yang
lebih murah. Upaya yang dilakukan melakui KTM di Bali seharusnya sudah
diimplementasikan pada Juli 2014, namun hal tersebut urung dilaksanakan terkait
penolakan India atas TFA apabila tidak ada solusi permanen terkait ketahanan
pangan yang hanya diberikan waktu selama 4 tahun oleh negara maju.
b. Pertanian
Isu
pertanian menjadi hal penting terkait dengan subsidi pertanian. Subsidi
pertanian merupakan sebuah topik yang cenderung menghambat perbincangan
perdagangan internasional. Subsidi pertanian adalah subsidi dari pemerintah
yang dibayarkan kepada petani dan pelaku agribisnis untuk melengkapi sumber
pendapatan mereka, mengelola suplai komoditas pertanian dan mempengaruhi
permintaan dan penawaran komoditas tertentu. Komoditas yang disubsidi
bervariasi mulai dari hasil tanaman sampai hasil peternakan. Subsidi dapat
berupa secara keseluruhan pada suatu komoditas atau hanya pada tujuan
penggunaan tertentu saja.
Sebagai
contoh, Uni Eropa mempunyai kebijakan pertanian yang dikenal sebagai Common
Agricultural Policy (CAP). Pada prinsipnya CAP merupakan bentuk perlindungan
yang didesain untuk mempertahankan produsen pertanian di Uni Eropa dari serbuan
produk luar Uni Eropa yang lebih murah.
Hal ini dilakukan dengan memberi subsidi produk pertanian yang
dihasilkan Uni Eropa dengan sistem tarif impor (melalui Variable Import
Levy) dan secara bersamaan memberikan
subsidi kepada petani melalui Single Farm Payment. Jika terjadi kelebihan
pangan yang dihasilkan maka Uni Eropa melakukan intervensi ke pasar dalam
bentuk pemberian subsidi ekspor kemudian disimpan dan seterusnya dijual lagi
atau dibuang. Hasilnya, Uni Eropa dalam
waktu 20 tahun sejak kebijakan ini dilaksanakan pada tahun 1955 kemudian
menjadi salah satu negara pengekspor utama dunia komoditas pangan sejak tahun
1975.
Subsidi
komoditas yang diekspor mendorong penurunan harga komoditas sehingga
menyediakan harga pangan murah bagi konsumen di negara berkembang. Namun harga
yang rendah ini tidak menguntungkan bagi petani yang tidak menerima subsidi.
Karena umumnya hanya negara kaya yang mampu menyediakan subsidi di dalam
negeri, hal ini meningkatkan jumlah kemiskinan dengan menurunkan harga pangan.
Umumnya negara berkembang memiliki keuntungan dalam memproduksi bahan
pertanian, namun harga bahan pangan yang rendah menjadikan petani sangat
bergantung pada keberadaan pembeli dari negara maju. Sehingga petani lokal
cenderung tidak mandiri di negara sendiri, bahkan terlempar dari pasar
domestik. Hal ini dikarenakan politik dumping di mana petani yang disubsidi
dapat "melempar" bahan pangan murah ke pasar luar negeri pada
tingkatan harga di mana petani yang tidak disubsidi tidak bisa bersaing.
Upaya Penyelesaian
Masalah
tersebut dimuat dalam perundingan pada KTM Bali. Dimana menghasilkan berupa
kesepakatan sebagai berikut :
1. Penurunan tarif impor sehingga
negara-negara berkembang mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar
global. Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara
berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap jumlah produk pertanian
yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil tani
tanpa batas.
2. Kenaikan subsidi pertanian dari 10%
menjadi 15%. Namun hal tersebut adalah kesepakatan bersyarat, artinya
“kelonggaran” subsidi tersebut hanya diberikan dalam kurun waktu 4 tahun sejak
Paket Bali ini diberlakukan. Negara-negara maju memberikan kelonggaran subsidi
untuk “membantu” negara-negara berkembang dan kurang berkembang dalam membenahi
ketahanan pangan nasionalnya. Artinya selama 4 tahun tersebut negara berkembang
dan negara kurang berkembang harus segara swasembada pangan apabila tidak ingin
digempur oleh impor yang lebih besar serta tergerus bea masuk yang semakin
murah.
c. Perkembangan
Dan Isu Negara Kurang Berkembang
Dalam
menghadapi perdagangan bebas setiap negara pastinya akan memproteksi dirinya
dari gempuran impor. Masing-masing akan berusaha melakukan swasembada untuk
mengurangi jumlah impor dan menaikan daya saing produk lokalnya terhadap produk
impor. Intinya, jangan sampai produk dalam negeri kalah dengan produk impor
yang berakibat melemahnya produksi dalam negeri dan ketergantungan akan impor.
Hal tersebut, yang menjadi masalah
di dalam anggota WTO khususnya bagi Negara berkembang dan kurang berkembang.
Mereka memiliki keterbatasan dalam modal, sumber daya manusia, infrastruktur
dan teknologi maju yang mendukung produksi lokal. Hal ini berbanding terbalik
dengan Negara maju yang memiliki faktor pendukung perdagangan yang cukup baik.
Sehingga negara berkembang dan kurang berkembang sulit untuk bersaing secara
global.
Persaingan Harga
Ditinjau
dari sisi modal, tidak semua Negara mampu membangun daya saing produk lokalnya
terhadap produk ekspor. Modal menjadi factor penting karena untuk membangun
daya saing yang baik diperlukan program-program yang terstruktur. Misal dalam
soal subsidi, tidak semua Negara dapat memberikan subsidi yang besar terhadap
produk pertaniannya. Sehingga terjadi persaingan harga produk pertanian lokal
kalah bersaing harga terhadap produk pertanian dari Negara ekspor yang memiliki
subsidi pertanian/modal lebih besar.
Standar Kualitas
Selain
modal ditinjau dari sisi sumber daya manusia pada Negara kurang berkembang
masih sangat kecil. Jumlah unskilled
labor masih tinggi dibandingkan dengan skilled
labor. Negara-negara berkembang biasanya sulit bersaing untuk menghasilkan
produk-produk yang berkualitas dengan negara-negara yang lebih maju karena belum sesuai dengan standar
kualitas suatu Negara. Padahal perdagangan bebas harusnya dapat meningkatkan
daya saing tiap-tiap negara.
Regulasi
Adminstratif dan Teknikal
Selain
itu, Negara kurang berkembang juga dihadapi oleh tarif impor yang cukup tinggi
serta pembatasan kuota impor. Banyak dari Negara kurang berkembang mengalami
kesulitan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat nya ikut terkena imbas.
Upaya
Penyelesaian
Dalam
menghadapi masalah tersebut, WTO melalui KTM Bali telah memberikan regulasi
untuk membantu Negara kurang berkembang sehingga dapat ikut dalam perdagangan
internasional sebagai berikut:
1. Pemberian fasilitas duty-free,
quota-free;
2. Penyederhanaan aturan prefensial
“rule of origin” sehingga memudahkan negara-negara tersebut untuk
mengidentifikasi produk sebagai barang-barang mereka sendiri, dan memenuhi
syarat untuk perlakuan istimewa di negara-negara pengimpor;
3. Pemberian akses khusus ke sektor
jasa di negara maju “services waiver”;
4. "monitoring mechanism"
yang terdiri dari pertemuan dan metode lain untuk memantau perlakuan khusus
yang diberikan kepada negara-negara berkembang.
REKOMENDASI
Perdagangan bebas
merupakan proses kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tidak adanya hambatan
buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar negara
berkembang atau negara maju. Dengan tidak adanya hambatan yang diterapkan
pemerintah dalam melaksanakan perdagangan, tentunya ada kebebasan aturan, cara
dan jenis barang yang dijual. Maka, munculah persaingan dagang yang ketat baik
antar individu ataupun perusahaan yang berada di negara yang berbeda yaitu yang
kita kenal dengan istilah ekspor dan impor atau proses penjualan dan pembelian
yang dilakukan antar negara.
Negara-negara
yang tergabung dalam WTO, tentu harus
mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas. Beberapa cara yang dapat
dikukan adalah dengan swasembada, memperbaiki kualitas produk dan upaya
konsolidasi melalui forum seperti G-20, G-33 dan forum lainnya.
Swasembada
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan dengan produksi
sendiri. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat hasil dari pertemuan
menteri terakhir yang menyepakati adanya penyederhanaan kegiatan ekspor-impor
dengan cara menurunkan tariff impor, bea masuk dan lain-lain membuat negara
akan menghadapi gempuran produk dari negara lain. Apabila hal ini tidak
diiringi dengan swasembada, maka dipastikan produk lokal akan tergerus dengan
impor yang dilakukan oleh berbagai negara. Penguatan swasembada yang terpenting
adalah mengenai pangan yang berkaitan langsung dengan sektor pertanian.
Tenggang waktu untuk melakukan hal tersebut hanya 4 tahun, memaksa negara
berkembang menghadapi hal tersebut dengan maksimal.
Selain
swasembada, negara juga perlu meningkatkan kualitas produk yang akan
diperdagangkan. Persiapan ini yang nantinya para individu dan perusahaan harus
bisa menerawang dan meraba kualitas pesaingnya. Hal tersebut dilakukan agar
produk lokal dapat bersaing dengan kualitas produk yang baik. Karena akan sulit
jika produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar pasar dunia. Negara
perlu memperhatikan SDM serta penerapan teknologi untuk menunjang kualitas
produk.
Dan terakhir upaya konsolidasi melalui forum-forum internasional seperti
G-33 dan G-20 antar sesama anggota guna mencapai kesepakatan lebih lanjut mengenai
hasil perjanjian WTO terakhir. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan
nilai perdangan melalui pertemuan bilateral. Langkah –langkah tersebut dibuat
agar negara dapat menikmati keuntungan dengan diadakannya perdagangan bebas dan
meminimalisir terjadinya masalah yang ditimbulkan akibat perdangan bebas.
PENUTUP
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan
Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur
masalah perdagangan antar negara. Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi
perdagangan multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) pada tahun 1947. Tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen
barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pada saat
ini WTO beranggotakan 160 negara yang menjadi member.
World Trade Organization (WTO) berfungsi untuk (i)
mengadministrasikan berbagai persetujuan serta mengawasi berbagai komitmen
pasar di bidang tarif maupun non-tarif; (ii) mengawasi praktek praktek
perdagangan internasional; (iii) menyelesaikan sengketa dan penyediaan
mekanisme; (iv) menyediakan bantuan teknis yang diperlukan anggota dan negara
negara; dan (v) sebagai forum untuk melakukan perundingan pertukaran profesi di
bidang perdagangan.
World Trade Organization (WTO)
yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral, terdapat lima prinsip
penting yaitu; nondiscrimination,
reciprocity, Binding & Enforceable Commitment, Transparency dan Safety
Valve
WTO
yang bertujuan mendefinisikan aturan perdagangan dunia, sehingga tidak terjadi
perselisihan diantara negara anggotanya. Untuk mensukseskan tujuannya itu WTO
memiliki tiga mantra jitu yaitu; liberalisasi
(kebebasan), deregulation
(menghapuskan) dan privatization (menswastakan)
Seiring
perkembangan zaman, tidak bisa dipungkiri terdapat masalah-masalah yang
dihadapi negara-negara anggota WTO dalam menjalani perdagangan internasional.
Secara garis besar, dapat disebutkan permasalahan yang terjadi dalam WTO yaitu
fasilitas perdagangan, sektor pertanian serta perkembangan dan isu negara
kurang berkembang. Fasilitasi perdagangan yaitu penyederhanaan dan harmonisasi
prosedur perdagangan internasional, melalui Perjanjian Fasilitasi Perdagangan
atau Trade Facilitation Agreement
(TFA). Pada 2013, telah dilakukan KTM Bali yang menyepakati untuk memfasilitasi
perdagangan antara negara anggota WTO yaitu dengan kesepakatan multilateral
untuk menyederhanakan prosedur kepabeanan dengan mengurangi biaya perdagangan
lintas batas dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi, yang diatur menjadi 13
pasal dan ketentuan khusus mengenai special
treatment. Namun hal tersebut urung dilaksanakan terkait
penolakan India
atas TFA apabila tidak ada solusi permanen terkait ketahanan pangan yang hanya
diberikan waktu selama 4 tahun oleh negara maju.
Dalam sektor
pertanian, subsidi pertanian adalah subsidi dari pemerintah yang dibayarkan
kepada petani dan pelaku agribisnis untuk melengkapi sumber pendapatan mereka,
mengelola suplai komoditas pertanian dan mempengaruhi permintaan dan penawaran
komoditas tertentu. Subsidi komoditas yang diekspor mendorong penurunan harga
komoditas sehingga menyediakan harga pangan murah bagi konsumen di negara
berkembang. Umumnya negara berkembang
memiliki keuntungan dalam memproduksi bahan pertanian, namun harga bahan pangan
yang rendah menjadikan petani sangat bergantung pada keberadaan pembeli dari
negara maju. Masalah tersebut dimuat dalam perundingan pada KTM Bali dimana menghasilkan
berupa kesepakatan penurunan tarif impor sehingga negara-negara berkembang
mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar global dan kenaikan subsidi
pertanian dari 10% menjadi 15%.
Masalah di dalam
anggota WTO khususnya bagi Negara berkembang dan kurang berkembang, mereka
memiliki keterbatasan dalam modal, sumber daya manusia, infrastruktur dan
teknologi maju yang mendukung produksi lokal. Dalam menghadapi masalah
tersebut, WTO melalui KTM Bali telah memberikan regulasi untuk membantu Negara
kurang berkembang sehingga dapat ikut dalam perdagangan internasional dengan
cara pemberian fasilitas duty-free, quota-free; penyederhanaan aturan
prefensial “rule of origin”; pemberian akses khusus ke sektor jasa di negara
maju “services waiver”; serta "monitoring mechanism".
Negara-negara yang tergabung dalam WTO, tentu harus
mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas. Beberapa cara yang harus
disiapkan para anggota Negara WTO yaitu:
1. Swasembada è dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan.
2. Memperbaiki kualitas produk sektor sumber daya manusia è meningkatkan kualitas produk yang
akan diperdagangkan yang menjadi prioritas utama untuk dilakukan.
3. Upaya konsolidasi melalui forum-forum internasional seperti G-33 dan G-20 antar sesama
anggota è
untuk meningkatkan nilai perdagangan melalui pertemuan bilateral.
Dalam
persaingan pada perdagangan bebas antar negara akan dituntut menjadi lebih baik
dalam segi kualitas, inilah beberapa cara mempersiapkan dan meningkatkan
produk-produk yang akan di perdagangkan.
WTO bukan orde perdagangan terbuka seratus persen. WTO
adalah orde tata cara proteksi walaupun didasarkan atas ajaran pokok bahwa
semakin terbuka perdagangan, semakin baik bagi rakyat. Akan tetapi tidak
dikatakan bahwa perdagangan yang terbuka seratus persen adalah yang terbaik
Daftar Pustaka
Referensi :
1. “Nick Doren , 2011. peranan pokok world trade
organisation (wto) dalam perdagangan internasional”
2. Arifin, Sjamsul
(ed) dkk (2007). Kerja Sama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan
Bagi Indonesia. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
3.
Baharuddin,
Nursal, Dosen APP, 2014, WTO-TRADE, Hak Atas Kekayaan Intelektual
(Intelectual Property Right) , HAKI, Pelatihan HKI
Tingkat Pemula, Direktorat Jenderal IKM,
Kemenperin,
4. Bossche, Peter
Van den (2005). The Law Of The World Trade Organization. New York: Cambridge
University Press.
5. Cipardian,
Yudith, 2007, APAKAH WTO?
6.
Gayatrin , Aprilia, 2008, Tugas Mata Kuliah, Hukum Ekonomi Internasional
“ WTO Dan Pengaruhnya Bagi Indonesia,
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran,
7.
Hutabarat,
Pos, 2009, Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Akademi Pimpinan Perusahaan.
8. Inderaja,
Agus 2013, Dampak
Hasil Kesepakatan WTO di Bali, Terhadap Indonesia 5 Tahun Kedepan
9.
Kariodimedjo
W, Dina, 2012, Mata Kuliah Konsentrasi WTO (GATT dan GATS)
Topik: Tariff barriers dan Non-tariff barriers, FAKULTAS HUKUM UGM
Topik: Tariff barriers dan Non-tariff barriers, FAKULTAS HUKUM UGM
10.
Kariodimedjom. Hawin dina w, 2013, hukum perniagaan internasional, topik: wto
(gatt dan gats), , fakultas hukum ugm
11.
Lovetya, 2009, About World Trade Organisation,Hukum Organisasi
Internasional, Universitas Brawijaya Fakultas
hukum Malang
12. Nazril
fathun, 2009 , peran dan
manfaat wto bagi kepentingan pembangunan indonesia,
13. Simandjuntak,
Djisman, 2014, WTO Mengurangi Hambatan Perdagangan
14.
Sistem
perdagangan multilateral dalam kaitan dengan liberalisasi perdagangan
internasional , 2006, Direktorat Kerjasama Multilateral - Ditjen
KPI, Kemenddag
15.
What is
the WTO?, 2005, The World Trade
Organisation (WTO) Established on 1st January 1995, As a result of the Uruguay Round negotiations
(1986-1994), Located in Geneva,
Switzerland WTO Mengurangi Hambatan Perdagangan
Internet:
· Kementerian
Luar Negeri. “World Trade Organization (WTO).” http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id (diakses 27 September 2014)
· Wikipedia. “Subsidi Pertanian .”
(diakses 27 September 2014)
· WTO.
“Who We Are.”
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/who_we_are_e.htm (diakses 26 September 2014)
· WTO.
“What We Do.”
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/what_we_do_e.htm (diakses 26 September 2014)
· WTO.
“What We Stand For.”
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/what_stand_for_e.htm (diakses 26 September 2014)
· WTO.
“Overview.”
http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/wto_dg_stat_e.htm (diakses 4 Oktober 2014)
· WTO.
“Briefing note: Trade facilitation — Cutting “red tape” at the border.” http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/mc9_e/brief_tradfa_e.htm (diakses 27 September 2014)
· WTO.
“Briefing note: Agriculture negotiations — the bid to ‘harvest’ some ‘low
hanging fruit’.” http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/mc9_e/brief_agneg_e.htm (diakses 27 September 2014)
WTO.
“Briefing note: Decisions for least-developed countries.” http://www.wto.org/english/thewtoe/minist_e/mc9_e/brief_ldc_e.htm (diakses 27 September
2014
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran
2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Silakan Download File Dibawah Ini
Download
Download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar