Senin, 24 November 2014

Sekilas Info Tentang WTO



SEKILAS INFO TENTANG
ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

(WORLD TRADE ORGANIZATION-WTO)

Nursal Baharuddin
Dian Anwar
di4n4nw4r@yahoo.com

Dosen Akademi Pimpinan Perusahaan

Abstract

World Trade Organization (WTO) is the only international organization dealing with the global rules of trade between nations. WTO multilateral trading system governed by an agreement that contains the basic rules of international trade as a result of negotiations that have been signed by the members. The Government of Indonesia is a founding member of Word Trade Organization (WTO) and has ratified the agreement through Law of The Republic of Indonesia Number 7 of 1994 concerning Ratification of the Agreement Establishing the World Trade Organization.



The idea to establish a multilateral trade organization has been done with the approval of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) in 1947. Since GAAT was agreed, the system was developed through a series of trade negotiations, or rounds, held under GATT. The first rounds dealt mainly with tariff reductions but later negotiations included other areas such as anti-dumping and non-tariff measures. The last round - the 1986-94 Uruguay Round - led to the WTO's creation and officially established in 1995.

WTO main function is to ensure that trade flows as smoothly, predictably and freely as possible. It’s done by administering WTO trade agreements, creating forum for trade negotiations, handling trade disputes, monitoring national trade policies, technical assistance and training for developing countries and cooperation with other international organizations.
WTO main function is supported by founding and guiding principles remain the pursuit of open borders, the guarantee of most-favoured-nation principle and non-discriminatory treatment by and among members, and a commitment to transparency in the conduct of its activities. Until now, WTO currently has 161 members, of which 117 are developing countries or separate customs territories and have helped to create a strong and prosperous international trading system, thereby contributing to unprecedented global economic growth.
Keywords : World Trade Organization (WTO)/ General Agreement on Tariffs and Trade (GATT),   Under Developing Countries/Least Of Developing Countries, Most-Favoured-Nation Principle, National Treatment
Abstraksi
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah satu-satunya organisasi internasional yang berurusan dengan aturan perdagangan global antar bangsa. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

Ide untuk mendirikan sebuah organisasi perdagangan multilateral telah dilakukan dengan disepakatinya dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947. Sejak GAAT disepakati, sistem ini dikembangkan melalui serangkaian negosiasi perdagangan, atau putaran, yang diselenggarakan di bawah GATT. Putaran pertama yang dilakukan  mambahas penurunan tarif namun negosiasi kemudian bertambah ke hal yang lebih luas seperti langkah-langkah anti-dumping dan non-tariff. Putaran terakhir - 1986-1994 Putaran Uruguay - mengarah pada penciptaan WTO dan secara resmi WTO didirikan pada tahun 1995.

Fungsi utama WTO adalah untuk memastikan bahwa arus perdagangan lancar, bisa ditebak dan sebebas mungkin. Ini dilakukan dengan menyelenggarakan perjanjian perdagangan WTO,  menciptakan forum untuk negosiasi perdagangan, penanganan sengketa perdagangan, memonitor kebijakan perdagangan nasional, bantuan teknis dan pelatihan untuk negara-negara berkembang dan kerjasama dengan organisasi internasional lainnya.  Fungsi utama WTO didukung oleh prinsip founding and guiding dimana dilakukan usaha untuk penghapusan batas-batas negara, jaminan  prinsip most-favoured-nation dan non-discriminatory treatment diantara anggotanya, dan komitmen untuk transparan dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Sampai saat ini, WTO 161 anggota, dimana 117 anggotanya adalah negara-negara berkembang atau wilayah pabean terpisah dan WTO telah membantu untuk menciptakan sistem perdagangan internasional yang kuat dan makmur, sehingga berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi global yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kata kunci : World Trade Organization (WTO) /General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), ,
Negara Berkembangan, Negara Kurang Maju, Perlakuan yang sama untuk semua anggota,Perlakuan Nasional







PENDAHULUAN.

World Trade Organisation (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia adalah badan antar-pemerintah, yang mulai berlaku 1 Januari 1995, Tugas utamanya adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan per dagangan seperti tariff dan non tariff (misalnya regulasi); menyediakan forum perundingan perdagangan internasional; penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya. WTO saat ini mempunyai anggota 160  negara  dan merupakan  suatu lembaga permanen.

WTO merupakan metamorfosis dari Perjanjian Umum Bea Masuk dan Perdagangan atau GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang didirikan tahun 1947, sebagai bagian dari kesepakatan di Bretton Woods, Amerika. Dalam pada itu, perjanjian WTO sifatnya mengikat secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi perjanjian bisa diadukan oleh Negara anggota lainnya karena merugikan mitra dagangnya, serta menghadapi sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO.

Pendirian WTO berawal dari negosiasi yang dikenal dengan “Uruguay Round” (1986-1994) serta perundingan sebelumnya di bawah “General Agreement on Tariffs and Trade” (GATT). Sejak tahun 1995 GATT resmi menjadi WTO Tujuan WTO untuk satu organisasi internasional yang memegang peran utama dalam mengatur beberapa masalah perdagangan dunia  WTO didirikan dengan maksud untuk membuat kesejahteraan negara-negara anggota lewat perdagangan internasional yang lebih bebas. Hal itu diinginkan bisa dicapai lewat rangkaian ketentuan-aturan yang disetujui dalam perdagangan multilateral yang adil serta transparan dan melindungi keseimbangan kebutuhan seluruhnya negara anggota baik negara maju ataupun negara berkembang terhitung negara-negara Least of Developing Countries (CDCs).
Dasar untuk mencapai kesejahteraan bersama tersebut dituangkan lebih lanjut dalam undang-undang pendirian WTO (Agreement Esthablishing The WTO) yang isi menegaskan secara spesifik tujuan, fungsi dan struktur kelembagaan WTO.

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia, merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara.

Sistem Perdagangan Multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing.
Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan.

Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh negara anggota. Badan tertinggi di WTO adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Di antara KTM, kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan oleh General Council. Di bawahnya terdapat badan-badan subside yang meliputi dewa, komite dan sub-komite, yang bertugas untuk melaksanakan dan mengawasi penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota.

Agenda pokok yang dibahas dalam WTO antara lain Sattlement (Peyelesaian) terdiri dari Consultation, Dispuate Sattlement Body (DSB) ,Negotiation dan issue  berupa tariff dannon non tariff berrier, dumping, safeguard, HKI dan standard
Sistem WTO sangat berkuasa terhadap anggotanya dan mampu memaksakan aturan-aturannya, karena anggota terikat secara legal (legally binding) dan keputusannya irreversible artinya tidak bisa ditarik kembali. Sebagai suatu organisasi perdagangan dunia, WTO memiliki peran penting dalam mengatur perdagangan dunia. Peran tersebut diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional. 

WTO memiliki tujuan untuk meng administrasikan berbagai persetujuan serta mengawasi berbagai komitmen pasar di bidang tarif maupun non-tarif, mengawasi praktek praktek perdagangan internasional, menyelesaikan sengketa dan penyediaan mekanisme, menyediakan bantuan teknis yang diperlukan anggota sebagai forum untuk melakukan perundingan pertukaran profesi di bidang perdagangan.

Dengan kata lain, WTO menginginkan kesejahteraan rakyat bagi negara-negara anggotanya. Namun seiring berjalannya waktu, keinginan untuk mensejahterakan rakyat bagi negara-negara anggotanya dirasa semakin sulit karena timbul permasalahan dalam menyikapi konsep perdagangan dunia diantara anggotanya. Karena, setiap anggota memiliki kepentingan tersendiri untuk mencapai kesejahteraan negaranya.

Berdasarkan kepentingnnya lainnya World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan sebuah pintu gerbang bagi suatu negara untuk memperluas akses pasarnya.

Prinsip pembentukan dan dasar WTO adalah untuk mengupayakan keterbukaan batas wilayah, memberikan jaminan atas “most-favored-nation principle” (MFN) dan perlakuan non-diskriminasi oleh dan di antara Negara anggota, serta komitmen terhadap transparansi dalam semua kegiatannya. Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional, dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan meningkatkan kesejahtera an, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas.
Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi setiap Negara anggota.

Prinsip-Prinsip Dasar WTO
Di dalam perkembangannya, WTO memiliki 5 (lima) prinsip dasar  GATT/WTO yaitu :
1.    Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured NationsTreatment-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka  GATT-WTO harus diperlakukan secara sama  kepada semua negara anggota  WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya.
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
2.    Pengikatan Tarif (Tariff binding)
Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan  untuk menciptakan  “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.
3.   Perlakuan nasional (National treatment)
Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi  penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan  atau penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
4.    Perlindungan hanya melalui tarif.
     Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.
5.    Perlakuan  khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan Differential Treatment  for developing countries – S&D).
Untuk meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO.

Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya (Andri Akbar, Nasution 2010).

Keikutsertaan Indonesia dalam WTO akan mendorong potensi dalam negeri untuk mengkonsolidasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dengan dunia internasional. Organisasi Perdagangan Dunia: WTO (World Trade Organization) juga merupakan organisasi internasional yang mengawasi banyak persetujuan yang mendefinisikan "aturan perdagangan" di antara anggotanya.

Kepentingan bagi indonesia, di mana  perekonomian Indonesia bertumpu pada peningkatan ekspor non migas sebagai penghasil devisa, sehingga menginginkan akses pasar yang lebih luas bagi produk ekspornya.  Oleh karena itu, Indonesia sangat mendukung perdagangan yang terbuka dan transparan. mendapatkan pengecualian tertentu dari ketentuan perjanjian GATT/WTO . Kendatipun demikian, kemajuan dan kesejahteraan yang diharapkan tidak selalu mudah untuk dicapai.
Dengan telah terbentuknya Organisasi perdagangan dunia (WTO), di mana Indonesia sebagai salah satu negara anggotanya, maka dengan sendirinya Indoesia harus mematuhi segala komitmen yang telah disepakati bersama.  Berbagai masalah atau isu yang timbul diusahakan untuk diselesaikan melalui perundingan-perundingan yang dilakukan oleh WTO untuk mencapai kata sepakat.
Perundingan tersebut diantaranya adalah Putaran Doha pada 2001, yang menghasilkan Deklarasi Doha berupa mandat untuk melakukan negosiasi di berbagai bidang seperti perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO dan Doha Development Agenda terkait isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang (Least developed countries/LDCs), seperti: kerangka kerja kegiatan bantuan teknik WTO, program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.

Dalam Putaran Doha terjadi kebuntuan dalam menyikapi permasalahan diantara anggota dan menandai diluncurkannya putaran perundingan baru.

Perundingan baru setelah kegagalan Putaran Doha terjadi tahun 2013 melalui Konfrensi Tingkat Menteri-WTO di Bali. Pada KTM di Bali terjadi kesepakatan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan perdagangan di antara anggota WTO melalui Bali Package.
Bali Package berisi kesepakatan tentang masalah perdagangan yang dirangkum menjadi tiga, yaitu: fasilitasi perdagangan,  pertanian, dan perkembangan dan isu negara kurang berkembang. Ketiganya mengancam kredibilitas WTO karena rezim perdagangan ini mati suri sejak 2005. Namun, kesepakatan Bali tidak menjamin permasalahan permasalahan Perdagangan antara anggota WTO berakhir.

Dampak Hasil Kesepakatan WTO di Bali, Desember 2013 Terhadap Indonesia 5 Tahun Kedepan World Trade Organization baru saja digelar. Berbagai kesepakaatan muncul. Berbagai respon pun muncul. Berikut adalah hasil kesepakatan WTO di Nusa Dua Bali bulan Desember tahun 2013 atau yang disebut dengan Paket Bali.
1.   Negara maju akan mengurangi subsidinya, negara berkembang diberi proteksi oleh negara maju.
2.   Kemudahan sistem lalu lintas dan fasilitas perdagangan untuk Least Development Country 
3.   Fasilits perdagangan untuk meningkatkan peningkatan kapasitas pelayanan dari negara least development dan negara berkembang.
Poin-poin tersebut pada pelaksanaannya akan memihak pada asing dan kapitalis dan memeras negara tertinggal dan negara berkembang.

Sejak dulu, WTO dinilai hanya memeras negara tertinggal dan berkembang. WTO pada akhirnya mempermudah akses dan fasilias produk impor bidang pertanian. Keran impor dibuka, petani lokal kalah saing. Selain itu, fasilitas subsidi bagi petani lokal tidak ditingkatkan. Sehingga membuat petani makin miskin.
WTO pada dasarnya menyandera negara berkembang agar dapat menguasai produksi dan pasar dari negara-negara berkembang . Hal berbeda diungkapkan Presiden SBY dan Wamendag yang mengatakan Indonesia ingin berkontribusi terhadap dunia melalui WTO, dengan sama-sama membangun tata niaga yang ideal dan fair di perdagangan internasional. Pertanyaannya adalah, sudah fair dan idealkah tata niaga yang diagungkan via WTO selama ini? Pendapat pribadi, WTO adalah wadah yang digunakan untuk memfasilitasi negara-negara maju agar bisa terus meraup keuntungan dari negara-negara berkembang. Itu bukan definisi dari pakar, ahli atau instansi manapun yang legal. Definisi tersebut adalah gambaran yang tidak terucapkan, karena berkedok kerjasama namun hanya membuat win satu pihak yaitu asing, dan mengeksploitasi pihak domestik yaitu Indonesia. 5 tahun kedepan tidak akan ada dampak positif secara signifikan, sebagian besar petani masih ada dalam garis kekurangan karena kalah saing oleh produk pertanian impor (yang bisa diproduksi dalam negeri), subsidi petani tidak dikembangkan dan tidak menolong signifikan petani di Indonesia, sehingga kapitalis semakin nyaman dengan fasilitas-fasilitas dan kemudahan akses tersebut.

PERMASALAHAN

WTO sebagai pembuat aturan dagang antara anggotanya memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu mengapus hambatan perdagangan dunia. Dalam melaksanakan tujuan tersebut, terdapat permasalahan – permasalahan yang menjadi hambatan untuk terciptanya perdagangan bebas.
Permasalahan yang sering terjadi antar anggota WTO adalah mengenai tarif kuota tinggi, prosedur kepabeanan yang rumit, subsidi pertanian yang kontroversial, serta keluhan negara berkembang dan kurang berkembang dalam menghadapi pasar bebas.
Secara garis besar, dapat disebutkan permasalahan yang terjadi dalam WTO yaitu:

a.   Fasilitas Perdagangan.

Fasilitasi Perdagangan adalah elemen penting dalam kegiatan ekspor impor (Perdagangan Internasional) Tujuan dari program Fasilitasi Perdagangan adalah mengurangi hambatan yang dihadapi negara-negara berkembang dalam memindahkan barang-barangnya secara cepat dan berbiaya lebih efektif. Persetujuan fasilitas perdagangan yang bertujuan melancarkan arus perdagangan barang maupun jasa.
Pemahaman Fasilitas perdagangan adalah penyederhanaan dan harmonisasi prosedur perdagangan internasional, dalam pengertian lebih luas fasilitas perdagangan juga dimaksudkan untuk perbaikan infrastruktur transportasi, penghapusan korupsi pemerintah, modernisasi administrasi kepabeanan, penghapusan hambatan perdagangan non-tarif lainnya, seperti serta pemasaran ekspor dan promosi.
Hal tersebut dimaksudkan karena dalam melakukan perdagangan, terdapat hambatan berupa perbedaan prosedur perdagangan antar negara baik masalah tarif maupun non-tarif. Dalam hal tarif terdapat masalah berupa perbedaan bea masuk dan pungutan pajak lainnya. Banyak dari negara-negara anggota WTO mengeluhkan biaya seperti bea masuk dan biaya lainnya yang cukup tinggi sehingga membuat kegiatan impor yang dilakukan tidak efisien. Selain itu, permasalahan dalam hal non-tarif diantaranya adalah infrastruktur transportasi yang kurang memadai, prosedur kepabeanan yang sulit, serta kurangnya media promosi dalam memperkenalkan produk yang ingin diekspor.

b.   Sektor Pertanian

Pada sektor pertanian terdapat masalah yang berkaitan dengan subsidi pertanian. Negara berkembang dan kurang berkembang memiliki perbedaan pendapat dengan negara maju dalam hal pengenaan subsidi pertanian. Produk impor hasil subsidi pertanian yang umumnya dilakukan oleh negara maju membuat ketidakstabilan harga di negara berkembang dan kurang berkembang. Karena umumnya produk hasil subsidi akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk lokal sejenis, Selain membuat petani lokal kehilangan pasar, hal tersebut juga membuat ketergantungan akan produk pertanian impor.

c.      Perkembangan Dan Isu Negara Kurang Berkembang

Pemberlakuan perdagangan internasional yang semakin bebas membuat negara kurang berkembang harus bekerja ekstra agar produk-produk negaranya dapat bersaing dan dapat diimpor ke negara lainnya. Hal tersebut bukan merupakan perkara yang tidak mudah lantaran negara kurang berkembang memiliki keterbatasan dalam modal, sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi maju yang mendukung produksi lokal. Tanpa hal tersebut negera kurang berkembang akan kesulitan karena tidak dapat bersaing dalam hal harga dan juga kualitas.

PEMBAHASAN

a.   Fasilitasi Perdagangan

Seiring perkembangan zaman, tidak bisa dipungkiri terdapat masalah-masalah yang dihadapi negara-negara anggota WTO dalam menjalani perdagangan internasional. Diantaranya adalah terkait masalah prosedur kepabeanan dan efektifitas serta efisiensi dalam melakukan perdagangan. Oleh karenanya, muncul fasilitasi perdagangan yaitu penyederhanaan dan harmonisasi prosedur perdagangan internasional, melalui Perjanjian Fasilitasi Perdagangan atau Trade Facilitation Agreement (TFA).
Melalui perjanjian ini, negara anggota berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan dan peningkatan transparansi berbagai ketentuan yang mengatur ekspor, impor, dan barang dalam proses transit. Sehingga kegiatan perdagangan dunia dapat menjadi semakin cepat, mudah dan murah
Dalam perdagangan global, setiap harinya terjadi kegiatan ekspor-impor. Kegiatan tersebut menggunakan banyak instrumen untuk menyelesaikan prosedur ekspor atau impor. Untuk menyelesaikannya dibutuhkan waktu yang lama karena setiap anggota WTO memiliki regulasi tersendiri dalam menyelesaikannya. Diantara anggota, terdapat  perbedaan regulasi baik tarif maupun non tarif yang cenderung menghambat jalannya arus perdagangan. Masalah seperti persyaratan dokumentasi sering cenderung tidak transparan dan jauh duplikasi di banyak tempat, masalah sering diperparah oleh kurangnya kerjasama antara pedagang dan agen-agen resmi serta kemajuan teknologi informasi untuk penyerahan data yang belum otomatis.

Upaya Penyelesaian

Pada 2013, telah dilakukan KTM Bali yang menyepakati untuk memfasilitasi perdagangan antara negara anggota WTO. Keputusan fasilitasi perdagangan adalah kesepakatan multilateral untuk menyederhanakan prosedur kepabeanan dengan mengurangi biaya perdagangan lintas batas dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi, yang diatur menjadi 13 pasal dan ketentuan khusus mengenai special treatment.
Tujuannya adalah untuk mempercepat prosedur kepabeanan; membuat perdagangan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah; memberikan kejelasan, efisiensi dan transparansi; mengurangi birokrasi dan korupsi, dan menggunakan kemajuan teknologi.
Hal ini dirancang untuk merespon dengan cepat permintaan pemerintah untuk bantuan dalam memperbaiki infrastruktur, institusi, pelayanan, kebijakan, prosedur, dan sistem regulasi yang berorientasi pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan perdagangan internasional pada waktu dan dengan biaya yang lebih murah. Upaya yang dilakukan melakui KTM di Bali seharusnya sudah diimplementasikan pada Juli 2014, namun hal tersebut urung dilaksanakan terkait penolakan India atas TFA apabila tidak ada solusi permanen terkait ketahanan pangan yang hanya diberikan waktu selama 4 tahun oleh negara maju.

b.   Pertanian

Isu pertanian menjadi hal penting terkait dengan subsidi pertanian. Subsidi pertanian merupakan sebuah topik yang cenderung menghambat perbincangan perdagangan internasional. Subsidi pertanian adalah subsidi dari pemerintah yang dibayarkan kepada petani dan pelaku agribisnis untuk melengkapi sumber pendapatan mereka, mengelola suplai komoditas pertanian dan mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas tertentu. Komoditas yang disubsidi bervariasi mulai dari hasil tanaman sampai hasil peternakan. Subsidi dapat berupa secara keseluruhan pada suatu komoditas atau hanya pada tujuan penggunaan tertentu saja.
Sebagai contoh, Uni Eropa mempunyai kebijakan pertanian yang dikenal sebagai Common Agricultural Policy (CAP). Pada prinsipnya CAP merupakan bentuk perlindungan yang didesain untuk mempertahankan produsen pertanian di Uni Eropa dari serbuan produk luar Uni Eropa yang lebih murah.  Hal ini dilakukan dengan memberi subsidi produk pertanian yang dihasilkan Uni Eropa dengan sistem tarif impor (melalui Variable Import Levy)  dan secara bersamaan memberikan subsidi kepada petani melalui Single Farm Payment. Jika terjadi kelebihan pangan yang dihasilkan maka Uni Eropa melakukan intervensi ke pasar dalam bentuk pemberian subsidi ekspor kemudian disimpan dan seterusnya dijual lagi atau dibuang. Hasilnya,  Uni Eropa dalam waktu 20 tahun sejak kebijakan ini dilaksanakan pada tahun 1955 kemudian menjadi salah satu negara pengekspor utama dunia komoditas pangan sejak tahun 1975.
Subsidi komoditas yang diekspor mendorong penurunan harga komoditas sehingga menyediakan harga pangan murah bagi konsumen di negara berkembang. Namun harga yang rendah ini tidak menguntungkan bagi petani yang tidak menerima subsidi. Karena umumnya hanya negara kaya yang mampu menyediakan subsidi di dalam negeri, hal ini meningkatkan jumlah kemiskinan dengan menurunkan harga pangan. Umumnya negara berkembang memiliki keuntungan dalam memproduksi bahan pertanian, namun harga bahan pangan yang rendah menjadikan petani sangat bergantung pada keberadaan pembeli dari negara maju. Sehingga petani lokal cenderung tidak mandiri di negara sendiri, bahkan terlempar dari pasar domestik. Hal ini dikarenakan politik dumping di mana petani yang disubsidi dapat "melempar" bahan pangan murah ke pasar luar negeri pada tingkatan harga di mana petani yang tidak disubsidi tidak bisa bersaing.

Upaya Penyelesaian

Masalah tersebut dimuat dalam perundingan pada KTM Bali. Dimana menghasilkan berupa kesepakatan sebagai berikut :

1.     Penurunan tarif impor sehingga negara-negara berkembang mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar global. Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap jumlah produk pertanian yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil tani tanpa batas.

2.     Kenaikan subsidi pertanian dari 10% menjadi 15%. Namun hal tersebut adalah kesepakatan bersyarat, artinya “kelonggaran” subsidi tersebut hanya diberikan dalam kurun waktu 4 tahun sejak Paket Bali ini diberlakukan. Negara-negara maju memberikan kelonggaran subsidi untuk “membantu” negara-negara berkembang dan kurang berkembang dalam membenahi ketahanan pangan nasionalnya. Artinya selama 4 tahun tersebut negara berkembang dan negara kurang berkembang harus segara swasembada pangan apabila tidak ingin digempur oleh impor yang lebih besar serta tergerus bea masuk yang semakin murah.


c.   Perkembangan Dan Isu Negara Kurang Berkembang

Dalam menghadapi perdagangan bebas setiap negara pastinya akan memproteksi dirinya dari gempuran impor. Masing-masing akan berusaha melakukan swasembada untuk mengurangi jumlah impor dan menaikan daya saing produk lokalnya terhadap produk impor. Intinya, jangan sampai produk dalam negeri kalah dengan produk impor yang berakibat melemahnya produksi dalam negeri dan ketergantungan akan impor.
Hal tersebut, yang menjadi masalah di dalam anggota WTO khususnya bagi Negara berkembang dan kurang berkembang. Mereka memiliki keterbatasan dalam modal, sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi maju yang mendukung produksi lokal. Hal ini berbanding terbalik dengan Negara maju yang memiliki faktor pendukung perdagangan yang cukup baik. Sehingga negara berkembang dan kurang berkembang sulit untuk bersaing secara global.

Persaingan Harga

Ditinjau dari sisi modal, tidak semua Negara mampu membangun daya saing produk lokalnya terhadap produk ekspor. Modal menjadi factor penting karena untuk membangun daya saing yang baik diperlukan program-program yang terstruktur. Misal dalam soal subsidi, tidak semua Negara dapat memberikan subsidi yang besar terhadap produk pertaniannya. Sehingga terjadi persaingan harga produk pertanian lokal kalah bersaing harga terhadap produk pertanian dari Negara ekspor yang memiliki subsidi pertanian/modal lebih besar.

Standar Kualitas

Selain modal ditinjau dari sisi sumber daya manusia pada Negara kurang berkembang masih sangat kecil. Jumlah unskilled labor masih tinggi dibandingkan dengan skilled labor. Negara-negara berkembang biasanya sulit bersaing untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas dengan negara-negara yang lebih  maju karena belum sesuai dengan standar kualitas suatu Negara. Padahal perdagangan bebas harusnya dapat meningkatkan daya saing tiap-tiap negara.

Regulasi Adminstratif dan Teknikal

Selain itu, Negara kurang berkembang juga dihadapi oleh tarif impor yang cukup tinggi serta pembatasan kuota impor. Banyak dari Negara kurang berkembang mengalami kesulitan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat nya ikut terkena imbas.

Upaya Penyelesaian

Dalam menghadapi masalah tersebut, WTO melalui KTM Bali telah memberikan regulasi untuk membantu Negara kurang berkembang sehingga dapat ikut dalam perdagangan internasional sebagai berikut:

1.   Pemberian fasilitas duty-free, quota-free;

2.   Penyederhanaan aturan prefensial “rule of origin” sehingga memudahkan negara-negara tersebut untuk mengidentifikasi produk sebagai barang-barang mereka sendiri, dan memenuhi syarat untuk perlakuan istimewa di negara-negara pengimpor;

3.   Pemberian akses khusus ke sektor jasa di negara maju “services waiver”;

4.   "monitoring mechanism" yang terdiri dari pertemuan dan metode lain untuk memantau perlakuan khusus yang diberikan kepada negara-negara berkembang.

REKOMENDASI

Perdagangan bebas merupakan proses kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar negara berkembang atau negara maju. Dengan tidak adanya hambatan yang diterapkan pemerintah dalam melaksanakan perdagangan, tentunya ada kebebasan aturan, cara dan jenis barang yang dijual. Maka, munculah persaingan dagang yang ketat baik antar individu ataupun perusahaan yang berada di negara yang berbeda yaitu yang kita kenal dengan istilah ekspor dan impor atau proses penjualan dan pembelian yang dilakukan antar negara.

Negara-negara yang tergabung dalam WTO, tentu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas. Beberapa cara yang dapat dikukan adalah dengan swasembada, memperbaiki kualitas produk dan upaya konsolidasi melalui forum seperti G-20, G-33 dan forum lainnya.
Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan dengan produksi sendiri. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat hasil dari pertemuan menteri terakhir yang menyepakati adanya penyederhanaan kegiatan ekspor-impor dengan cara menurunkan tariff impor, bea masuk dan lain-lain membuat negara akan menghadapi gempuran produk dari negara lain. Apabila hal ini tidak diiringi dengan swasembada, maka dipastikan produk lokal akan tergerus dengan impor yang dilakukan oleh berbagai negara. Penguatan swasembada yang terpenting adalah mengenai pangan yang berkaitan langsung dengan sektor pertanian. Tenggang waktu untuk melakukan hal tersebut hanya 4 tahun, memaksa negara berkembang menghadapi hal tersebut dengan maksimal.
Selain swasembada, negara juga perlu meningkatkan kualitas produk yang akan diperdagangkan. Persiapan ini yang nantinya para individu dan perusahaan harus bisa menerawang dan meraba kualitas pesaingnya. Hal tersebut dilakukan agar produk lokal dapat bersaing dengan kualitas produk yang baik. Karena akan sulit jika produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar pasar dunia. Negara perlu memperhatikan SDM serta penerapan teknologi untuk menunjang kualitas produk.

Dan terakhir upaya konsolidasi melalui forum-forum internasional seperti G-33 dan G-20 antar sesama anggota guna mencapai kesepakatan lebih lanjut mengenai hasil perjanjian WTO terakhir. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan nilai perdangan melalui pertemuan bilateral. Langkah –langkah tersebut dibuat agar negara dapat menikmati keuntungan dengan diadakannya perdagangan bebas dan meminimalisir terjadinya masalah yang ditimbulkan akibat perdangan bebas.

PENUTUP

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947. Tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pada saat ini WTO beranggotakan 160 negara yang menjadi member.

World Trade Organization (WTO) berfungsi untuk (i) mengadministrasikan berbagai persetujuan serta mengawasi berbagai komitmen pasar di bidang tarif maupun non-tarif; (ii) mengawasi praktek praktek perdagangan internasional; (iii) menyelesaikan sengketa dan penyediaan mekanisme; (iv) menyediakan bantuan teknis yang diperlukan anggota dan negara negara; dan (v) sebagai forum untuk melakukan perundingan pertukaran profesi di bidang perdagangan.

World Trade Organization (WTO) yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral, terdapat lima prinsip penting yaitu; nondiscrimination, reciprocity, Binding & Enforceable Commitment, Transparency dan Safety Valve

WTO yang bertujuan mendefinisikan aturan perdagangan dunia, sehingga tidak terjadi perselisihan diantara negara anggotanya. Untuk mensukseskan tujuannya itu WTO memiliki tiga mantra jitu yaitu; liberalisasi (kebebasan), deregulation (menghapuskan) dan privatization (menswastakan)
Seiring perkembangan zaman, tidak bisa dipungkiri terdapat masalah-masalah yang dihadapi negara-negara anggota WTO dalam menjalani perdagangan internasional. Secara garis besar, dapat disebutkan permasalahan yang terjadi dalam WTO yaitu fasilitas perdagangan, sektor pertanian serta perkembangan dan isu negara kurang berkembang. Fasilitasi perdagangan yaitu penyederhanaan dan harmonisasi prosedur perdagangan internasional, melalui Perjanjian Fasilitasi Perdagangan atau Trade Facilitation Agreement (TFA). Pada 2013, telah dilakukan KTM Bali yang menyepakati untuk memfasilitasi perdagangan antara negara anggota WTO yaitu dengan kesepakatan multilateral untuk menyederhanakan prosedur kepabeanan dengan mengurangi biaya perdagangan lintas batas dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi, yang diatur menjadi 13 pasal dan ketentuan khusus mengenai special treatment. Namun hal tersebut urung dilaksanakan terkait
penolakan India atas TFA apabila tidak ada solusi permanen terkait ketahanan pangan yang hanya diberikan waktu selama 4 tahun oleh negara maju.
Dalam sektor pertanian, subsidi pertanian adalah subsidi dari pemerintah yang dibayarkan kepada petani dan pelaku agribisnis untuk melengkapi sumber pendapatan mereka, mengelola suplai komoditas pertanian dan mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas tertentu. Subsidi komoditas yang diekspor mendorong penurunan harga komoditas sehingga menyediakan harga pangan murah bagi konsumen di negara berkembang.  Umumnya negara berkembang memiliki keuntungan dalam memproduksi bahan pertanian, namun harga bahan pangan yang rendah menjadikan petani sangat bergantung pada keberadaan pembeli dari negara maju. Masalah tersebut dimuat dalam perundingan pada KTM Bali dimana menghasilkan berupa kesepakatan penurunan tarif impor sehingga negara-negara berkembang mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar global dan kenaikan subsidi pertanian dari 10% menjadi 15%.
Masalah di dalam anggota WTO khususnya bagi Negara berkembang dan kurang berkembang, mereka memiliki keterbatasan dalam modal, sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi maju yang mendukung produksi lokal. Dalam menghadapi masalah tersebut, WTO melalui KTM Bali telah memberikan regulasi untuk membantu Negara kurang berkembang sehingga dapat ikut dalam perdagangan internasional dengan cara pemberian fasilitas duty-free, quota-free; penyederhanaan aturan prefensial “rule of origin”; pemberian akses khusus ke sektor jasa di negara maju “services waiver”; serta "monitoring mechanism".
Negara-negara yang tergabung dalam WTO, tentu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas. Beberapa cara yang harus disiapkan para anggota Negara WTO yaitu:
1.   Swasembada è dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan.
2.   Memperbaiki kualitas produk sektor sumber daya manusia è meningkatkan kualitas produk yang akan diperdagangkan yang menjadi prioritas utama untuk dilakukan.
3.   Upaya konsolidasi melalui forum-forum internasional seperti G-33 dan G-20 antar sesama anggota è untuk meningkatkan nilai perdagangan melalui pertemuan bilateral.
Dalam persaingan pada perdagangan bebas antar negara akan dituntut menjadi lebih baik dalam segi kualitas, inilah beberapa cara mempersiapkan dan meningkatkan produk-produk yang akan di perdagangkan.
WTO bukan orde perdagangan terbuka seratus persen. WTO adalah orde tata cara proteksi walaupun didasarkan atas ajaran pokok bahwa semakin terbuka perdagangan, semakin baik bagi rakyat. Akan tetapi tidak dikatakan bahwa perdagangan yang terbuka seratus persen adalah yang terbaik
Daftar Pustaka

Referensi :

1.  “Nick Doren , 2011. peranan pokok world trade organisation (wto) dalam perdagangan internasional”
2.  Arifin, Sjamsul (ed) dkk (2007). Kerja Sama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
3.    Baharuddin, Nursal, Dosen APP, 2014, WTO-TRADE, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Right) , HAKI, Pelatihan HKI Tingkat Pemula, Direktorat Jenderal IKM, Kemenperin,
4.  Bossche, Peter Van den (2005). The Law Of The World Trade Organization. New York: Cambridge University Press.
5.    Cipardian, Yudith, 2007, APAKAH WTO?
6.    Gayatrin , Aprilia, 2008, Tugas Mata Kuliah, Hukum Ekonomi Internasional “ WTO Dan Pengaruhnya Bagi Indonesia,  Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran,
7.    Hutabarat, Pos, 2009,  Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Akademi Pimpinan Perusahaan.
8.  Inderaja, Agus 2013, Dampak Hasil Kesepakatan WTO di Bali, Terhadap Indonesia 5 Tahun Kedepan
9.    Kariodimedjo W, Dina, 2012, Mata Kuliah Konsentrasi WTO (GATT dan GATS)
Topik: Tariff barriers dan Non-tariff barriers, FAKULTAS HUKUM UGM
10.    Kariodimedjom. Hawin dina w, 2013,  hukum perniagaan internasional, topik: wto (gatt dan gats), , fakultas hukum ugm
11.    Lovetya, 2009, About World Trade Organisation,Hukum Organisasi Internasional, Universitas Brawijaya Fakultas hukum Malang
12.  Nazril fathun, 2009 , peran dan manfaat wto bagi kepentingan pembangunan indonesia,
13.  Simandjuntak, Djisman, 2014, WTO Mengurangi Hambatan Perdagangan
14.    Sistem perdagangan multilateral dalam kaitan dengan liberalisasi perdagangan internasional , 2006, Direktorat Kerjasama Multilateral - Ditjen KPI, Kemenddag
15.    What is the WTO?, 2005, The  World Trade Organisation (WTO) Established on 1st January 1995,  As a result of the Uruguay Round negotiations (1986-1994),  Located in Geneva, Switzerland WTO Mengurangi Hambatan Perdagangan


Internet:

·       Kementerian Luar Negeri. “World Trade Organization (WTO).” http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id (diakses 27 September 2014)

·       Wikipedia.  “Subsidi Pertanian .”
(diakses 27 September 2014)

·       WTO. “Who We Are.”

·       WTO. “What We Do.”

·       WTO. “What We Stand For.”

·       WTO. “Overview.”

·       WTO. “Briefing note: Trade facilitation — Cutting “red tape” at the border.” http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/mc9_e/brief_tradfa_e.htm (diakses 27 September 2014)

·       WTO. “Briefing note: Agriculture negotiations — the bid to ‘harvest’ some ‘low hanging fruit’.” http://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/mc9_e/brief_agneg_e.htm (diakses 27 September 2014)

WTO. “Briefing note: Decisions for least-developed countries.” http://www.wto.org/english/thewtoe/minist_e/mc9_e/brief_ldc_e.htm (diakses 27 September 2014




LAMPIRAN LAMPIRAN


Lampiran 1
  




Lampiran 2



Lampiran 3



Lampiran 4

Lampiran 5




Lampiran 6






Lampiran  8 





Lampiran 9 





  Lampiran 10


Silakan Download File Dibawah Ini
Download




Tidak ada komentar:

Posting Komentar