ACFTA – AFTA
Dan
Tantangannya Bagi Perekonomian Indonesia
(ASEAN-China Free
Trade Agreements- ASEAN Free-Trade
Agreements)
Nursal Baharuddin
Abstraksi
Posisi Indonesia sebagai
negara demokratis terbesar ke tiga di dunia setelah India, USA, Ekonomi
terbesar di Asia Tenggara dengan 240 juta penduduk; pertumbuhan ekonomi
tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India; Pendiri ( dan “pemimpin”)
ASEAN ; dan Anggota G-20.
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kondisi “ given ” yang harus
disikapi sebagai pemersatu & pemadu upaya seluruh bangsa untuk membalik
ancaman menjadi manfaat. Minat Cina & negara asing memasuki pasar Indonesia
menunjukkan potensi yang signifikan.
Mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri adalah
lebih dari cukup. ACFTA akan menjadi zona perdagangan bebas terbesar di dunia
dengan populasi sebanyak satu milyar sembilan ratus juta jiwa, GDP sebesar enam triliun, dan nilai
total perdagangan mencapai empat ratus lima puluh juta dolar AS.
Membanjirnya
produk China, yang ditandai meningkatnya import produk non migas China ke
Indonesia tahun 2009 sekitar 300% dibanding tahun 2004 dengan variasi yang luar
biasa besar, mulai dari kebutuhan anak-anak, kebutuhan rumah tangga dari
masyarakat kelas bawah sampai dengan kebutuhan kelas menengah, dengan model,
kemasan, estetika menarik, harga murah, umumnya diminati oleh sebagian besar
masyarakat. Membanjirnya produk China tersebut telah menggeser hampir semua
produk lokal antara lain karena harga relatif mahal dibanding produk China,
sehingga kalah bersaing di pasaran dan menimbulkan kecemasan dan kepanikan
produsen. implikasi lanjutannya, UKM dan usaha skala besar yang semula adalah
penghasil produk domestik, lebih tertarik untuk memasarkan produk China,
sehingga banyak karyawan yang diperlukan untuk menggerakkan mesin produksi
terpaksa di PHK. Dengan banyaknya produk China yang atraktif dan berharga murah
telah mendorong masyarakat menjadi lebih konsumtif.
Kata kunci : Fenomena Globalisasi, Trend Perdagangan Internasional , Free Trade Agreements (FTA) - era ACFTA
Abstract :
Indonesia's
position as the third largest democratic country in the world after India, USA,
and countries with the largest economy in Southeast Asia with 240 million
inhabitants and the world's highest economic growth (4.5%) after China and
India. Indonesia is a founder (and the
"leader") of ASEAN and members of G-20.
ASEAN-China
Free Trade Agreement (ACFTA) is the "given"
condition that must be addressed as a unifier & alloying efforts throughout
the nation to reverse the threat into benefit. Chinese & foreign countries interest to enter the
Indonesian market shows significantly potential. Able to be the host on
their own country is more than enough. ACFTA will be the largest free
trade zone in the world with a population of one billion nine hundred million
people, GDP amounting to six trillion, and total trade value reached four
hundred fifty million dollars. Flooding of products from China, marked with the
increasing in China's non-oil product imports to Indonesia in 2009
approximately 300% compared to the year 2004 with the unusually large
variations, ranging from children's needs, the needs of households from the
lower classes of society to the needs of the middle class, with model,
packaging, attractive aesthetics, low price generally preferred by most people.
Flooding
of Products from China has shifted almost all of the local products is partly
because prices are relatively expensive compared to products from China, thus
unable to compete in the market and cause anxiety and panic from the local
producers. Implications sequel, SMEs and large scale business, initially was
producing for the domestic product, more interested in marketing the products
from Chin, so many employees are required to operate the production of
machinery forced to be layoffs. With so many products from China with
attractive price has encouraged the public to be more consumptive.
Key
Words:
Fenomena
Globalisasi, Trend Perdagangan Internasional , Kesepakatan Free Trade Agreements
(FTA) - era ACFTA,
Pendahuluan
Rumusan Undang-undang Dasar 1945
(UUD. 1945) dengan jelas menyatakan bahwa wujud Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai suatu keseluruhan, suatu sistem yang dinamis dan hidup
dalam suatu lingkungan tertentu dan merupakan bagian dari dunia.
Berdasarkan visi dan misi abadinya UUD 1945,
mengamatkan negara Indonesia dalam visi
mulianya adalah “ merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur “. Sedangkan misinya, mengandung unsur-unsur melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mencapai visi dan misi UUD 1945, sesuai dengan tujuan Pembangunan
Nasional, yaitu: " Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
”. Makna yang tersirat dari tujuan pembangunan nasional tersebut sebagaimana
materinya tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025.
Dalam visi Indonesia 2025, lebih dicita-citakan Indonesia menjadi bangsa yang
mandiri, maju, adil, dan makmur. Mandiri,
mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain
dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju diukur dari
kualitas SDM, tingkat kemakmuran, dan kemantapan sistem dan kelembagaan politik
dan hukum. Adil, tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antar individu,
gender, maupun wilayah. Makmur, terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga
dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
tersebut, yang pentahapannya dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) ke-2, yaitu 2010-2014 dengan
fokus “ memantapkan penataan kembali
NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya
saing perekonomian”. Adapun misi yang
terkandung di dalammnya meningkatkan
daya saing bangsa. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing Tinggi adalah kunci
bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa.
Pemahaman pembangunan nasional jangka panjang pada
intinya untuk memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan dengan orientasi
dan berdaya saing global, melalui perdagangan luar negeri diarahkan agar lebih
menguntungkan dan mendukung perekonomian nasional yang mampu memaksimalkan
manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi serta mewujudkan
bangsa yang berdaya-saing dan menciptakan Indonesia berperan penting dalam
pergaulan dunia internasional.
Sejalan dengan era
globalisasi, instrumen perdagangan bebasnya melalui perjanjian
perdagangan kawasan ( AFTA, APEC, NAFTA dll) dan diikuiti perjanjian perdagangan dalam rangka WTO, menyebabkan perdagangan internasional semakin liberal
dan persaingan semakin tajam masalah ekonomi
semakin mengemuka (HAM, Lingkungan, Hak Pekerja, dll.). Selain itu, jika ditinjau dari kondisi pasar dunia
menunjukkan persaingannya sangat tinggi dan terbuka, penerobosan pasar sangat
aktif oleh negara kompetitor (pesaing), perubahan lingkungan perdagangan dunia
: perdagangan bebas (WTO; AFTA; APEC; FTA), hambatan perdagangan (tarif dan non
tarif, blok perdagangan), dipengaruhi oleh non trade barrier : standar
kesehatan (sanitasi), lingkungan, tenaga kerja, HAM dan Demokrasi) dan permintaan
akan produk ekspor semakin tinggi, dengan persyaratan kualitas yang juga
semakin tinggi.
Free Trade atau perdagangan
bebas hambatan ádalah suatu konsep ekonomi lalu lintas transaksi dagang antar
bangsa yang dilakukan secara bebas tanpa hambatan. Dengan demikian, lalu lintas
barang antar negara tidak lagi dibatasi dan dibebani dengan tarif bea masuk, sistem kuota, maupun prosedur
bapean yang rumit dan berbelit-belit. Konsep ekonomi ini bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada titik maksimal dengan cara pemanfaatan
sumber daya negara-negara yang terlibat maksimal pula.
Kecenderungan lingkungan
strategis yang perubahannya sangat cepat, seperti pada dimensi global, posisi daya saing
Indonesia di ranah internasional masih rendah terbukti pada tahun 1997
Indonesia menduduki peringkat ke 26 dari perdagangan internasional, dan pada
tahun 2009 turun menjadi peringkat ke 31 menurut versi WTO, derajat persaingan
bebas semakin meningkat yang dapat berdampak negatif bagi daya saing produk
Indonesia (peringkat 122 dari 189 negara tahun 2010 menurut versi Global Competitiveness Index),
sehingga berpotensi menurunkan penjualan produk Indonesia. Pada tataran
regional, daya saing negara-negara ASEAN
mengalami akselerasi yang cukup signifikan, upaya Indonesia untuk meningkatkan
daya saing masih terkendala oleh masalah-masalah seperti infrastruktur,
perizinan, biaya modal yang mahal, produktivitas tenaga kerja yang rendah, dan
fasilitas Hak Guna Usaha yang terlalu singkat. Dalam konteks Nasional, terambilnya pangsa pasar (market share)
UMKM oleh produk-produk China, banyaknya industri dalam negeri yang gulung
tikar dan meningkatnya PHK.
Kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China mengusulkan suatu zona ekonomi khusus,
yang berupa satu kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA). Selanjutnya
perjanjian dagang ACFTA ini ditandatangani menteri-menteri negara ASEAN dan
China pada tahun 2004. Usulan ACFTA ini dimulai dengan proposal pada tahun 2001
dan ditandatangani dua tahun kemudian (2004) yang selanjutnya perjanjian
perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN - China mulai diberlakukan
per 1 Januari 2010. ACFTA adalah Regionalisasi perdagangan bebas antara negara
Cina dan ASEAN. Arti dari kesepakatan ini, maka barang-barang antar
negara-negara di China dan ASEAN akan saling bebas masuk dengan pembebasan
tarif hingga nol persen.
FTA dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi dan
menghilangkan hambatan (barrier) dalam perdagangan internasional. Selain itu
FTA juga bertujuan untuk memberikan kepastian ekonomi yang lebih besar,
transparansi, dan mengurangi biaya yang terkait dengan perdagangan
international. Juga untuk meningkatkan
investasi di antara negara negara peserta FTA.
ACFTA akan dilaksanakan secara
bertahap, yaitu mulai Januari 2010 untuk ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia,
Thailand, Singapura, Philipina, dan Brunei) dan empat negara ASEAN lainnya baru
akan berlaku pada tahun 2015. Kesepakatan perdagangan dalam kerangka ACFTA
memberikan manfaat bagi sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing tinggi
akan menerima manfaat , sektor ekonomi yang tidak kompetitif akan
mengalami kerugian dari ACFTA. ACFTA dalam jangka panjang akan mendorong spesialisasi
dan meningkatkan efisiensi industri nasional.
Dibukanya pasar terbuka
ASEAN China, Indonesia dapat memanfaatkan investor China untuk membangun
industri di Indonesia dengan alasan mendekati pasar penjualan hasil produk
industri yang dibangun di dalam negeri. Dengan demikian AC-FTA sejatinya masih
memungkinkan peluang bagi perekonomian Indonesia untuk meningkatkan daya saing,
apabila ditunjang oleh kebijakan ekonomi yang memungkinkan kemudahan untuk
mendapatkan barang modal dan bahan baku serta fasilitas penunjang lainnya.
Selain itu, pelaku usaha
dituntut agar pantang menyerah dan selalu belajar dari kegagalan dan tekun dalam
berusaha. Dalam menghadapi ACFTA, kita dituntut berani menghadapi risiko.
"hal ini memerlukan kapabilitas baik kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan. Setiap organisasi perusahaan sebaiknya membuka kesempatan
seluas-luasnya bagi karyawannya untuk bisa kreatif,"
Permasalahan
Permasalahan yang menyangkut fakta maupun
persoalan perdagangan bebas, khususnya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)
yang sangat dikhawatirkan oleh
Indonesia antara lain : (1) Trend Perdagangan Internasional (Trade
integration & meningkatnya perdagangan intra kawasan), (2) Tingkat
persaingan regional akan lebih ketat, pesaing yang tadinya hanya produsen
Indonesia, menjadi produsen ASEAN, (3) ASEAN- China FTA, bagi Indonesia ada 14
sektor yang akan dibuka hanya empat sektor yang belum siap diliberalisasi ,
antara lain sektor industri TPT, baja, alas kaki, elektronik. Keseluruhan ada 1.712 produk atau 45 persen
(780 produk) yang diajukan untuk ditunda. Renegosasi 228 Pos Tarif yang masih
belum di buka, (4) Penundaan tarif nol persen ini tentu
saja merupakan gambaran dari sebagian kecil ketidaksiapan produk nasional
memasuki era persaingan bebas ASEAN (AFTA), (5) Lemahnya daya
saing produk dalam negeri karena tingkat industrialisasi di Indonesia memang
masih rendah. Di satu sisi ekspor manufaktur masih didominasi oleh
produk-produk sederhana yang nilainya di pasar internasional tidak terlalu
tinggi, sedangkan di sisi lain Indonesia masih harus mengimpor barang-barang
modal seperti mesin dan komponen-komponennya serta alat-alat transportasi, (6) Mengembangkan
dan memanfaatkan teknolog-teknologi mutakhir nampaknya harus menjadi pilihan
karena terbukti mampu meningkatkan daya saing produk secara sifnifikan.
Perkembangan teknologi saat ini berkembang demikian pesat sehingga kita akan
semakin tertinggal jika tidak memulai untuk memanfaatkan dan mengembangkannya
(7) Dalam abad ke 21 ini dan di masa datang, teknologi menjadi salah satu
faktor penentu utama tingkat daya saing di dalam perdagangan dunia, (8) Para pengusaha lokal merasakan bahwa Perda
(Peraturan Daerah) di berbagai daerah turut andil menurunkan daya saing produk
local, Perda yang menurunkan daya saing produk industri dalam negeri yakni
perda yang menjadi dasar diberlakukannya pungutan pajak dan retribusi daerah
sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi, (9) Kondisi infrastruktur jalan di
daerah masih banyak yang buruk menyebabkan biaya produksi semakin tinggi, (10) Perhatian pemerintah masih minim dalam
mempersiapkan perdagangan bebas dibanding porsi pemerintah dalam mengurusi
berbagai masalah politik-ekonomi nasional seperti skandal Bank Century, (11) Sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang
relatif melimpah, dan sempat memiliki kekuatan berupa upah buruh yang
murah yang merupakan daya tarik tersendiri, tetapi dalam perkembangannya, tidak
mampu membuat Indonesia melangkah maju seperti apa yang dicapai oleh China saat
ini.
Disamping
itu, kondisi objektif yang dihadapi bangsa
Indonesia berkaitan dengan pemberlakuan pasar bebas ACFTA-AFTA, pada intinya menyajikan hal-hal yang secara
langsung menjadi penyebab timbulnya permasalahan daya saing serta akibat-akibatnya seperti : (1) Infrastruktur, baik pengadaan baru maupun
penguatan/ perluasan infrastruktur yang sudah ada (terkait dengan pembebasan
tanah, skema kerjasama pendanaan pemerintah dan swasta, pembentukan lembaga
pembiayaan infrastruktur), (2) Revitalisasi industri dan jasa (penguatan
kinerja PLN, gas negara untuk menunjang industri), terutama yang terkait dengan
industri pertanian, manufaktur dan industri maritim, (3) Ketenagakerjaan
(terkait dengan perlindungan hak tenaga kerja, peningkatan derajat kompetensi,
tenaga terampil terlatih dan pengembangan tata laku bahwa tenaga kerja adalah
bagian integral dari industri dan perdagangan), (4) Pariwisata (penyediaan jasa
kepariwisataan terpadu, sikap masyarakat daerah tujuan wisata yang smilling,
well comming, friendly), (5) Energi (jaminan pasokan, distribusi, harga
keekonomian yang stabil dan merata di seluruh wilayah Indonesia serta pengembangan
energi alternatif), (6) Pemberdayaan UMKM (penguatan UMKM sebagai produsen
produk yang berdaya saing dan laku di pasar domestik serta pasar AC-FTA,
penguatan lembaga mikro dan kredit usaha rakyat), (7) Transportasi (penyediaan jaringan
transportasi darat, laut, udara yang mampu mengintegrasikan kegiatan ekonomi di
pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil), (8) Pertanian (diversifikasi
jenis-jenis hasil pertanian baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi
pada teknologi pasca panen), (9) Perkebunan (diversifikasi jenis-jenis hasil
perkebunan baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi
pasca panen), (10) Kehutanan (diversifikasi jenis-jenis hasil kehutanan baik
horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi produksi), (11) Perikanan
(diversifikasi jenis-jenis hasil perikanan baik horisontal maupun vertikal dan
berorientasi pada teknologi pasca panen), dan
(12) Investasi dan keuangan (kemudahan mekanisme dan prosedur penanaman
modal, kredit dan pelayanan jasa keuangan).
Faktor-faktor non ekonomi yang
juga turut mempengaruhi dan cukup memainkan peranan penting mempengaruhi daya
saing produk Indonesia antara lain : (1) Penegakan dan kepastian hukum, (2) Kemudahan
perijinan, agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi tanpa mengorbankan kepentingan
publik, (3) Pelayanan di daerah dalam konteks otonomi daerah yang memungkin kan
kelancaran arus barang, uang dan jasa, (4) KKN, dan (5) Keamanan dan ketertiban
umum/masyarakat
Pembahasan
ASEAN-China
Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota
ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan
menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif
ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan
investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong
hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat ASEAN dan China.
Latar Belakang AFTA dan ASEAN-China FTA
n 1996 RRT secara resmi menjadi dialog partner
ASEAN
n 1997
(Desember) Joint Statement
Kepala Negara: ASEAN dan RRT adalah sahabat dan mitra yang saling percaya untuk menyongsong abad 21;
n 2000 (Nopember) KTT ASEAN – RRT: Kepala
Negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA;
n 2001 (Maret) Dibentuk ASEAN – RRT Economic
Expert Group
n 2002 (Nopember) KTT ASEAN – RRT: penandatanganan Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and the PRC;
n 2003 Perundingan ACFTA dimulai dan selesai Juni
2004;
n 2003 (September) Kesepakatan untuk meluncurkan Early Harvest Programme dimulai
dengan sekitar 500TL produk
n 2004
(Nopember) Kesepakatan ACFTA – Barang
ditandatangani; (target
implementasi penuh Normal Track-1: 2010
n 2007 (Januari) Kesepakatan
ACFTA – Jasa ditandatangani
n 2009 (Oktober) Kesepakatan ACFTA – Investasi ditandatangani
n 2010 (Januari) Implementasi penuh ACFTA sebagai FTA terbesar di dunia
dari jumlah penduduk (baca: pasar) dengan GDP tertinggi ketiga di dunia (setelah NAFTA & EU)
Kondisi saat ACFTA digagas, dirundingkan dan
disepakati:
n Krisis keuangan finansial 1997-1998;
n Kurs Rupiah terhadap US$ melonjak dari
sekitar Rp. 2.600/US$ menjadi di
kisaran Rp. 10.000/US$, mendongkrak
daya saing produk;
n Perekonomian
RRT tumbuh pesat namun
rata-rata tarif MFN tinggi;
n KADIN Roadmap 2004: agar Pemerintah
melaksanakan FTA
dengan Mitra
Dagang penting.
Pada initinya tujuan Asean-China FTA memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan Investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi
secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan
suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi, menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan
mengembangkan kebijaksanaan yang tepat
dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota. Dan memfasilitasi
integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia,
Laos, Myanmar, dan Vietnam –CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan
ekonomi diantara negara-negara anggota.
Aspek Peluang dari pasar bebas tersebut , adalah meningkatnya akses pasar ekspor ke
China dengan tingkat tarif yang lebih
rendah bagi produk-produk nasional, meningkatkanya kerjasama antara
pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan “Aliansi Strategis” meningkatnya
akses pasar jasa di China bagi penyedia jasa nasional, meningkatnya arus
investasi asing asal China ke Indonesia dan terbukanya transfer teknologi
antara pelaku bisnis di kedua negara
Aspek Manfaatnya , terbukanya akses
pasar produk pertanian (Chapter 01 s/d 08 menjadi 0%) Indonesia ke China pada
tahun 2004, Terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2005
yang mendapatkan tambahan 40% dari Normal Track (± 1880 pos tarif), yang
diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%, terbukanya akses pasar ekspor
Indonesia ke China pada tahun 2007 yang mendapatkan tambahan 20% dari Normal
Track (± 940 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%, pada
tahun 2010, Indonesia akan memperoleh tambahan akses pasar ekspor ke China
sebagai akibat penghapusan seluruh pos tarif dalam Normal Track China, sampai dengan tahun 2010 Indonesia
akan menghapuskan 93,39% pos tarif (6.683 pos tarif dari total 7.156 pos tarif
yang berada di Normal Track), dan 100% pada tahun 2012.
Aspek tantangan
bagi Indonesia harus dapat meningkatkan
efisiensi dan efektifitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk
China, menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya
saing. menerapkan ketentuan dan peraturan investasi yang transparan, efisien
dan ramah dunia usaha, meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.
Persetujuan Perdagangan Barang dalam ACFTA disepakati akan dilaksanakan
liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN 6 dan China, serta tahun 2015
untuk serta Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar. Penurunan Tarif dalam kerangka
kerjasama ACFTA dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: (1) Early Harvest Program (EHP),
yaitu Produk-produk dalam EHP antara lain: Chapter
01 s.d 08 : Binatang hidup, ikan, dairy
products, tumbuhan, sayuran, dan buah-buahan (SK Menkeu No 355/KMK.01/2004
tanggal 21 Juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam
kerangka EHP ACFTA). Kesepakatan Bilateral (Produk Spesifik) antara lain kopi,
minyak kelapa/CPO, Coklat, Barang dari karet, dan perabotan (SK Menkeu No
356/KMK.01/2004 tanggal 21 juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas
Impor Barang Dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA. Penurunan tarif dimulai 1 Januari
2004 secara bertahap dan akan menjadi 0% pada 1 Januari 2006. (2) Normal Track, Threshold : 40% at 0-5% in 2005 100%
at 0% in 2010 (Tariff on some products, no more than 150 tariff lines will be eliminated by 2012), Jumlah NT II
Indonesia adalah sebesar 263 pos tarif (6 digit), Legal enactment NT untuk tahun 2009 s.d 2012 telah ditetapkan
melalui SK. MEN-KEU No. 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 Tentang
Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA. (3) Sensitive Track, Sensitive List (SL) : (a)
Tahun 2012 = 20% (b) Pengurangan menjadi 0-5% pada
tahun 2018. (c) Produk sebesar
304 Produk (HS 6 digit) antara lain Barang Jadi Kulit : tas, dompet; Alas kaki
: Sepatu sport, Casual, Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek;
Mainan: Boneka; Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat
angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca;
Barang-barang Plastik. Highly Sensitive List (HSL) (a) Tahun 2015 = 50% (b) Produk
HSL adalah sebesar 47 Produk (HS 6 digit), yang antara lain terdiri dari Produk
Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan
produk Tekstil (ITPT); Produk Otomotif; Produk Ceramic Tableware.
Pertimbangan Asean dan
Indonesia, bahwa ASEAN merundingkan
sebuah FTA dengan RRT berdasarkan berbagai pertimbangan strategis, utamanya: RRT
telah muncul sebagai salah satu mesin pertumbuhan perekonomian dunia karena memiliki factor endowments yang
memungkinkan. Oleh sebab itu ASEAN memandang
penting untuk dapat merangkul RRT ke dalam sebuah perikatan FTA yang
akan mendorong proses komplementaritas di antara keduanya, daripada terus
berupaya menyaingi RRT secara ”heads on”; Sebaliknya untuk masuk ke pasar ekspor, produk Indonesia saja
harus memenuhi surat keterangan asal,
selain itu juga harus memenuhi syarat ramah lingkungan. Di pasar dalam negeri,
produk UKM Indonesia sudah mampu bersaing, dan diharapkan nantinya juga mampu
bersaing dengan produk impor
sejenisnya,”
Merangkul RRT ke dalam sebuah
FTA dengan ASEAN akan lebih mendorong proses integrasi ekonomi regional karena
akan mengundang manfaat ikutan lainnya yang tidak kalah penting: investasi di
sektor manufaktur bahkan di sektor pertanian; kemungkinan kerjasama pengembangan kapasitas dan di bidang keuangan (pembiayaan perdagangan misalnya); Manfaat jangka panjang
dari hal-hal di atas adalah membantu
terbentuknya regional production base di ASEAN melalui pemanfaatan ACFTA rules of
origin (Form E).
Sementara itu pertimbangan utama
yang mendasari Indonesia berpartisipasi dalam FTA ini: RRT telah tumbuh menjadi
kekuatan ekonomi penting di kawasan dan
dunia. Bersama Jepang dan Korea, Negara-negara Asia Timur ini dapat
menjadi pusat pertumbuhan dunia baru. Oleh karena itu, strategi head-on
competition bukanlah pilihan tepat. Positive engagement dan beraliansi dengan kekuatan ekonomi dunia
ini akan memberikan dampak lebih positif dalam jangka panjang meskipun tetap
ada adjustment cost dalam jangka
pendek;
Partisipasi Indonesia dalam ACFTA ini juga untuk
menjamin tetap terjaganya level playing field dengan anggota ASEAN
lainnya yang sama-sama menginginkan semakin terbukanya akses pasar ke RRT dan
datangnya investasi RRT. Apabila Indonesia tidak berpartisipasi maka Negara
ASEAN lainnya akan menikmati perlakuan tariff yang lebih baik di RRT sementara
Indonesia mendapatkan perlakuan tariff MFN yang lebih tinggi. Strategi ini
cukup berhasil diterapkan terbukti dengan meningkatnya persentase pasar RRT
sebagai tujuan ekspor Indonesia selama 5 tahun terakhir.
Dari Sisi Indonesia
Pelaksanaan AFTA merupakan tantangan dan sekaligus peluang, karena dengan
keikutsertaannya dalam AFTA berarti persaingan dalam melakukan ekspor ke
negara2 ASEAN akan menjadi kompetitif, sedang posisi Indonesia sendiri terkenal
sebagai negara anggota ASEAN yang posisi persaingannya masih sangat lemah. Dengan
demikian, Indonesia harus meningkatkan usaha-usaha untuk memperbaiki effisiensi
produksi sehingga memilki daya saing komoditi yang cukup tinggi.
Free Trade atau perdagangan
bebas hambatan adalah suatu konsep ekonomi lalu lintas transaksi perdagangan antar
bangsa yang dilakukan secara bebas tanpa hambatan. Dengan demikian, lalu lintas
antar negara tidak lagi dibatasi dan dibebabni dengan tarif bea masuk, sistem
quota, maupun prosedur pabean yang rumit dan berbelit-belit. Konsep ekonomi ini
bertujuan untuk meningkat kan pertumbuhan ekonomi pada titik maksimal dengan
cara pemanfaatan sumber daya negara-negara yang terlibat secara maksimum pula
I.
Data Perdagangan
Data Perdagangan Luar Negeri
Indonesia terkait ACFTA
a. Skema Tarif Bea Masuk
Tabel
1 :
Perkembangan Skema
Bea Masuk
Dalam skema ini terlihat bahwa tarif bea masuk ACFTA
selama tujuh tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 mengalami penurunan dari angka 9,9 %
menjadi 2,9 % (Tabel: 1)
b. Tabel 2 : Neraca
Perdagangan
Indonesia – RRT
C. Tabel.
3 :
Struktur Ekspor Non Migas Menurut Negara Tujuan
d. Tabel
4 : Ekspor Indonesia ke RRT Menurut Sektor
e. Tabel
5 : Perkembangan Impor
Menurut Negara Asal
f. Tabel
6 : Impor Indonesia dari RRT Menurut Golongan
Penggunaan Barang
g. Tabel 7
: Jumlah Dan Nilai Ska Per Jenis
SKA Periode 2007 S/D Oktober 2009
Pemanfaatan Form E (ASEAN-China) dari tahun 2007 sampai dengan 2009 mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan minat pengusaha dalam
memanfaatkan bentuk kerjasama perdagangan bebas ACFTA.
h. Tabel 8 : Impor dengan Fasilitas
FTA masih relatif kecil
Main Regional FTAs
Di ERA Globalisasi saat ini “Free
Trade Agreement” kurang lebih terdapat 450 FTA diseluruh dunia, hal ini terjadi
karena stagnannya perundingan WTO, sehingga mengharuskan negara-negara
membentuk perjanjian perdagangan baik secara bilateral, regional, maupun
multilateral (sphagetti bowl effect).
Sebagai contoh dikawasan benua Amerika, Mercosur (argentina, brazil,
paraguay, uruguay), di kawasan Eropa (european union) dan Asia (AFTA)
Melihat fenomena ini, apa dan peranan Indonesia menaggapi perkembangan ini
? apakah akan ikut masuk ke dalam FTA/menutup diri dari perdagangan bebas.
ASEAN In The Global Landscape
Kerangka kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara membuat ASEAN sebagai
kekuatan baru di wilayah ASIA.
Hal tersebut menarik minat negara lain seperti China, Korea dan Jepang dalam kerjasama ASEAN + 3 ataupun
dengan India, Australia dan New Zealand (ASEAN + 6)
Dalam menuju AEM pada tahun 2015, kerjsama tidak hanya terbatas pada
kerjasama ekonomi namun lebih luas dalam kerangka Komunitas Ekonomi ASEAN
e.
Tantangan dan Peluang
Secara normatif sesungguh nya ASEAN China Free
Trade Agreement (ACFTA) ini merupakan
kondisi “ given “ dalam kesepakatan pasar bebas. Dan terdapat peluang
yang menjanjikan bagi dunia usaha/UMKM Indonesia untuk memperbesar produksi,
mengisi pasar bersama yang sangat besar (potensi pasar), karena mempunyai penduduk sebesar 1,8 miliar jiwa , terbukanya peluang masuk ke
China dengan tingkat tarif relatif rendah dan didukung jumlah penduduk yang
besar, meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis kedua negara melalui
pembentukan “alliansi strategis”, meningkatnya kepastian bagi produk unggulan
Indonesia dalam memanfaatkan peluang pasar China, terbukanya transfer teknologi antara pelaku
bisnis di kedua negara;
Namun demikian, tantangan bagi
Indonesia harus dapat meningkatkan efisiensi sehingga produktivitas meningkat (teknologi
mutahir), menciptakan ilkim usaha yang kondusif sehingga daya saing Indonesia
meningkat a.l dilakukan melalui penghapusan ekonomi biaya tinggi termasuk
penyederhanaan perijinan, memperluas akses pasar; meningkatkan kemampuan dalam penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.
Daftar
Pustaka
Aryanto, Dodiek, Menyongsong Implementasi AFTA 2010
Kesempatan dan Tantangan Bagi Indonesia,
Bustami, Gusmadi Pemaparan Asean – China Fta, HipmI
Medan, Medan, 5 Februari 2010
........,Kesepakatan ASEAN-China FTA Latar
Belakang, Perkembangan, Tantangan dan Solusinya bagi
Perekonomian
Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa FE-UI, 20
April 2010.
Nurpati, Desty Asrid
Tesis Faktor-faktor Penentu Perdagangan Internasional Indonesia dalam
ASEAN Free Trade Area (AFTA) Ilmu
Hubungan Internasional, UI Program Paska Sarjana Bidang Ilmu Sosial,
Oktober 2002
Pangestu, Marry Elka,
Indonesia Ke Depan Dalam Era Fta: Sebuah Tantangan Sekaligus Kesempatan, Pemda, Dunia
Usaha, Perguruan Tinggi , Semarang, 10 Februari 2010
.........,Pemaparan Fta Asean – China, Raker Gabungan dengan Komisi VI DPR-RI, 20
Januari 2010
Wintoro , Djoko, Trenbisnis, Kedatangan Raksasa China, Majalah SWA, Halaman 22 , 06/Xxv/I/18, ,
31 Maret 2010
Saputra, Daniel Hadinata, Strategi Menghadapi
ACFTA, Majalah SWA, February 12th,
2010,
(http://swa.co.id/2010/02/
strategi menghadapi-acfta/)
Business news , Majalah, Tentang
Politik Daya Saing, Katalog Business News / Induk Karangan ), 18 Februari 2010
Internet :
http://www.businessnews.co.id/memperkuat-kerjasamaekonomi-ri-china:tinjauan-ekonomi-sepekan-
http://www.businessnews.co.id/id :apa-gunanya-perjanjian-acfta-pasal-6
:artikel
http://www.businessnews.co.id/indonesia-tidak-serius-manfaatkan-perdagangan-bebas-antar-negara
:artikel
Terimakasih atas artikelnya. Baca artikel saya juga di Akademi Asuransi
BalasHapusMengapa Tanggapan Konsumen Penting Bagi Bisnis Anda