Kamis, 20 November 2014

ACFTA - AFTA





ACFTA – AFTA
Dan Tantangannya Bagi Perekonomian Indonesia
(ASEAN-China Free Trade Agreements- ASEAN Free-Trade Agreements)

Nursal Baharuddin



Abstraksi

Posisi Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ke tiga di dunia setelah India, USA, Ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan 240 juta penduduk; pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India; Pendiri ( dan “pemimpin”) ASEAN ;  dan  Anggota G-20.


ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)  merupakan kondisi “ given ” yang harus disikapi sebagai pemersatu & pemadu upaya seluruh bangsa untuk membalik ancaman menjadi manfaat. Minat Cina & negara asing memasuki pasar Indonesia menunjukkan potensi yang signifikan.
Mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri adalah lebih dari cukup. ACFTA akan menjadi zona perdagangan bebas terbesar di dunia dengan populasi sebanyak satu milyar sembilan ratus juta  jiwa, GDP sebesar enam triliun, dan nilai total perdagangan mencapai empat ratus lima puluh  juta dolar AS.
            Membanjirnya produk China, yang ditandai meningkatnya import produk non migas China ke Indonesia tahun 2009 sekitar 300% dibanding tahun 2004 dengan variasi yang luar biasa besar, mulai dari kebutuhan anak-anak, kebutuhan rumah tangga dari masyarakat kelas bawah sampai dengan kebutuhan kelas menengah, dengan model, kemasan, estetika menarik, harga murah, umumnya diminati oleh sebagian besar masyarakat. Membanjirnya produk China tersebut telah menggeser hampir semua produk lokal antara lain karena harga relatif mahal dibanding produk China, sehingga kalah bersaing di pasaran dan menimbulkan kecemasan dan kepanikan produsen. implikasi lanjutannya, UKM dan usaha skala besar yang semula adalah penghasil produk domestik, lebih tertarik untuk memasarkan produk China, sehingga banyak karyawan yang diperlukan untuk menggerakkan mesin produksi terpaksa di PHK. Dengan banyaknya produk China yang atraktif dan berharga murah telah mendorong masyarakat menjadi lebih konsumtif.

Kata kunci  : Fenomena Globalisasi,  Trend  Perdagangan Internasional ,  Free Trade Agreements  (FTA) - era  ACFTA


Abstract :

Indonesia's position as the third largest democratic country in the world after India, USA, and countries with the largest economy in Southeast Asia with 240 million inhabitants and the world's highest economic growth (4.5%) after China and India. Indonesia is a founder (and the "leader") of ASEAN and members of G-20.
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) is the "given" condition that must be addressed as a unifier & alloying efforts throughout the nation to reverse the threat into benefit. Chinese & foreign countries interest to enter the Indonesian market shows significantly potential. Able to be the host on their own country is more than enough. ACFTA will be the largest free trade zone in the world with a population of one billion nine hundred million people, GDP amounting to six trillion, and total trade value reached four hundred fifty million dollars. Flooding of products from China, marked with the increasing in China's non-oil product imports to Indonesia in 2009 approximately 300% compared to the year 2004 with the unusually large variations, ranging from children's needs, the needs of households from the lower classes of society to the needs of the middle class, with model, packaging, attractive aesthetics, low price generally preferred by most people.
Flooding of Products from China has shifted almost all of the local products is partly because prices are relatively expensive compared to products from China, thus unable to compete in the market and cause anxiety and panic from the local producers. Implications sequel, SMEs and large scale business, initially was producing for the domestic product, more interested in marketing the products from Chin, so many employees are required to operate the production of machinery forced to be layoffs. With so many products from China with attractive price has encouraged the public to be more consumptive.
Key Words:  Fenomena Globalisasi,   Trend    Perdagangan Internasional ,  Kesepakatan Free      Trade  Agreements  (FTA) - era  ACFTA, 


Pendahuluan

Rumusan Undang-undang Dasar 1945 (UUD. 1945) dengan jelas menyatakan bahwa wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai suatu keseluruhan, suatu sistem yang dinamis dan hidup dalam suatu lingkungan tertentu dan merupakan bagian dari dunia.

Berdasarkan visi dan misi abadinya UUD 1945, mengamatkan  negara Indonesia dalam visi mulianya adalah  “ merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Sedangkan misinya, mengandung unsur-unsur melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Untuk mencapai visi dan misi UUD 1945, sesuai  dengan tujuan Pembangunan Nasional, yaitu: " Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ”. Makna yang tersirat dari tujuan pembangunan nasional tersebut sebagaimana materinya tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)  2005-2025.

Dalam visi Indonesia 2025,  lebih dicita-citakan Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Mandiri,  mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju diukur dari kualitas SDM, tingkat kemakmuran, dan kemantapan sistem dan kelembagaan politik dan hukum. Adil, tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Makmur, terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.

Pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 tersebut, yang pentahapannya dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ke-2, yaitu 2010-2014  dengan fokus  “ memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian”.  Adapun misi yang terkandung di dalammnya  meningkatkan daya saing bangsa. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing Tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa.

Pemahaman pembangunan nasional jangka panjang pada intinya untuk memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan dengan orientasi dan berdaya saing global, melalui perdagangan luar negeri diarahkan agar lebih menguntungkan dan mendukung perekonomian nasional yang mampu memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi serta mewujudkan bangsa yang berdaya-saing dan menciptakan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Sejalan dengan era globalisasi,   instrumen perdagangan bebasnya melalui perjanjian perdagangan kawasan ( AFTA, APEC, NAFTA dll) dan diikuiti perjanjian perdagangan  dalam rangka WTO,  menyebabkan perdagangan internasional semakin liberal dan persaingan semakin tajam masalah ekonomi  semakin mengemuka (HAM, Lingkungan, Hak Pekerja, dll.).  Selain itu, jika ditinjau dari kondisi pasar dunia menunjukkan persaingannya sangat tinggi dan terbuka, penerobosan pasar sangat aktif oleh negara kompetitor (pesaing), perubahan lingkungan perdagangan dunia : perdagangan bebas (WTO; AFTA; APEC; FTA), hambatan perdagangan (tarif dan non tarif, blok perdagangan), dipengaruhi oleh non trade barrier : standar kesehatan (sanitasi), lingkungan, tenaga kerja, HAM dan Demokrasi) dan permintaan akan produk ekspor semakin tinggi, dengan persyaratan kualitas yang juga semakin tinggi.

Free Trade atau perdagangan bebas hambatan ádalah suatu konsep ekonomi lalu lintas transaksi dagang antar bangsa yang dilakukan secara bebas tanpa hambatan. Dengan demikian, lalu lintas barang antar negara tidak lagi dibatasi dan dibebani dengan tarif  bea masuk, sistem kuota, maupun prosedur bapean yang rumit dan berbelit-belit. Konsep ekonomi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada titik maksimal dengan cara pemanfaatan sumber daya negara-negara yang terlibat maksimal pula.

Kecenderungan lingkungan strategis yang perubahannya sangat cepat, seperti  pada dimensi global, posisi daya saing Indonesia di ranah internasional masih rendah terbukti pada tahun 1997 Indonesia menduduki peringkat ke 26 dari perdagangan internasional, dan pada tahun 2009 turun menjadi peringkat ke 31 menurut versi WTO, derajat persaingan bebas semakin meningkat yang dapat berdampak negatif bagi daya saing produk Indonesia (peringkat 122 dari 189 negara tahun 2010 menurut versi  Global Competitiveness Index), sehingga berpotensi  menurunkan  penjualan produk Indonesia. Pada tataran regional,  daya saing negara-negara ASEAN mengalami akselerasi yang cukup signifikan, upaya Indonesia untuk meningkatkan daya saing masih terkendala oleh masalah-masalah seperti infrastruktur, perizinan, biaya modal yang mahal, produktivitas tenaga kerja yang rendah, dan fasilitas Hak Guna Usaha yang terlalu singkat. Dalam konteks Nasional,  terambilnya pangsa pasar (market share) UMKM oleh produk-produk China, banyaknya industri dalam negeri yang gulung tikar dan meningkatnya PHK.

Kesepakatan antara  negara-negara ASEAN  dengan  China mengusulkan suatu zona ekonomi khusus, yang berupa satu kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA). Selanjutnya perjanjian dagang ACFTA ini ditandatangani menteri-menteri negara ASEAN dan China pada tahun 2004. Usulan ACFTA ini dimulai dengan proposal pada tahun 2001 dan ditandatangani dua tahun kemudian (2004) yang selanjutnya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN - China mulai diberlakukan per 1 Januari 2010. ACFTA adalah Regionalisasi perdagangan bebas antara negara Cina dan ASEAN. Arti dari kesepakatan ini, maka barang-barang antar negara-negara di China dan ASEAN akan saling bebas masuk dengan pembebasan tarif hingga nol persen.

FTA dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan (barrier) dalam perdagangan internasional. Selain itu FTA juga bertujuan untuk memberikan kepastian ekonomi yang lebih besar, transparansi, dan mengurangi biaya yang terkait dengan perdagangan international. Juga untuk meningkatkan investasi di antara negara negara peserta FTA. 

ACFTA akan dilaksanakan secara bertahap, yaitu mulai Januari 2010 untuk ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Philipina, dan Brunei) dan empat negara ASEAN lainnya baru akan berlaku pada tahun 2015. Kesepakatan perdagangan dalam kerangka ACFTA memberikan manfaat bagi sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing tinggi akan menerima manfaat , sektor ekonomi yang tidak kompetitif akan mengalami kerugian dari ACFTA. ACFTA dalam jangka panjang akan mendorong spesialisasi dan meningkatkan efisiensi industri nasional.

Dibukanya pasar terbuka ASEAN China, Indonesia dapat memanfaatkan investor China untuk membangun industri di Indonesia dengan alasan mendekati pasar penjualan hasil produk industri yang dibangun di dalam negeri. Dengan demikian AC-FTA sejatinya masih memungkinkan peluang bagi perekonomian Indonesia untuk meningkatkan daya saing, apabila ditunjang oleh kebijakan ekonomi yang memungkinkan kemudahan untuk mendapatkan barang modal dan bahan baku serta fasilitas penunjang lainnya.
Selain itu, pelaku usaha dituntut agar pantang menyerah dan selalu belajar dari kegagalan dan tekun dalam berusaha. Dalam menghadapi ACFTA, kita dituntut berani menghadapi risiko. "hal ini memerlukan kapabilitas baik kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan. Setiap organisasi perusahaan sebaiknya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi karyawannya untuk bisa kreatif,"
Permasalahan


Permasalahan yang menyangkut  fakta maupun  persoalan  perdagangan bebas,  khususnya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) yang  sangat dikhawatirkan oleh Indonesia  antara lain : (1) Trend Perdagangan Internasional (Trade integration & meningkatnya perdagangan intra kawasan), (2) Tingkat persaingan regional akan lebih ketat, pesaing yang tadinya hanya produsen Indonesia, menjadi produsen ASEAN, (3) ASEAN- China FTA, bagi Indonesia ada 14 sektor yang akan dibuka hanya empat sektor yang belum siap diliberalisasi , antara lain sektor industri TPT, baja, alas kaki, elektronik.  Keseluruhan ada 1.712 produk atau 45 persen (780 produk) yang diajukan untuk ditunda. Renegosasi 228 Pos Tarif yang masih belum di buka, (4)  Penundaan tarif nol persen ini tentu saja merupakan gambaran dari sebagian kecil ketidaksiapan produk nasional memasuki era persaingan bebas ASEAN (AFTA), (5)  Lemahnya daya saing produk dalam negeri karena tingkat industrialisasi di Indonesia memang masih rendah. Di satu sisi ekspor manufaktur masih didominasi oleh produk-produk sederhana yang nilainya di pasar internasional tidak terlalu tinggi, sedangkan di sisi lain Indonesia masih harus mengimpor barang-barang modal seperti mesin dan komponen-komponennya serta alat-alat transportasi, (6) Mengembangkan dan memanfaatkan teknolog-teknologi mutakhir nampaknya harus menjadi pilihan karena terbukti mampu meningkatkan daya saing produk secara sifnifikan. Perkembangan teknologi saat ini berkembang demikian pesat sehingga kita akan semakin tertinggal jika tidak memulai untuk memanfaatkan dan mengembangkannya (7) Dalam abad ke 21 ini dan di masa datang, teknologi menjadi salah satu faktor penentu utama tingkat daya saing di dalam perdagangan dunia, (8)  Para pengusaha lokal merasakan bahwa Perda (Peraturan Daerah) di berbagai daerah turut andil menurunkan daya saing produk local, Perda yang menurunkan daya saing produk industri dalam negeri yakni perda yang menjadi dasar diberlakukannya pungutan pajak dan retribusi daerah sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi, (9) Kondisi infrastruktur jalan di daerah masih banyak yang buruk menyebabkan biaya produksi semakin tinggi, (10)  Perhatian pemerintah masih minim dalam mempersiapkan perdagangan bebas dibanding porsi pemerintah dalam mengurusi berbagai masalah politik-ekonomi nasional seperti skandal Bank Century, (11) Sumber daya alam dan sumber daya manusia yang  relatif melimpah, dan sempat memiliki kekuatan berupa upah buruh yang murah yang merupakan daya tarik tersendiri, tetapi dalam perkembangannya, tidak mampu membuat Indonesia melangkah maju seperti apa yang dicapai oleh China saat ini.

Disamping itu, kondisi objektif  yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan pemberlakuan pasar bebas ACFTA-AFTA,  pada intinya menyajikan hal-hal yang secara langsung menjadi penyebab timbulnya permasalahan daya saing  serta akibat-akibatnya seperti : (1) Infrastruktur, baik pengadaan baru maupun penguatan/ perluasan infrastruktur yang sudah ada (terkait dengan pembebasan tanah, skema kerjasama pendanaan pemerintah dan swasta, pembentukan lembaga pembiayaan infrastruktur), (2) Revitalisasi industri dan jasa (penguatan kinerja PLN, gas negara untuk menunjang industri), terutama yang terkait dengan industri pertanian, manufaktur dan industri maritim, (3) Ketenagakerjaan (terkait dengan perlindungan hak tenaga kerja, peningkatan derajat kompetensi, tenaga terampil terlatih dan pengembangan tata laku bahwa tenaga kerja adalah bagian integral dari industri dan perdagangan), (4) Pariwisata (penyediaan jasa kepariwisataan terpadu, sikap masyarakat daerah tujuan wisata yang smilling, well comming, friendly), (5) Energi (jaminan pasokan, distribusi, harga keekonomian yang stabil dan merata di seluruh wilayah Indonesia serta pengembangan energi alternatif), (6) Pemberdayaan UMKM (penguatan UMKM sebagai produsen produk yang berdaya saing dan laku di pasar domestik serta pasar AC-FTA, penguatan lembaga mikro dan kredit usaha rakyat), (7)  Transportasi (penyediaan jaringan transportasi darat, laut, udara yang mampu mengintegrasikan kegiatan ekonomi di pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil), (8) Pertanian (diversifikasi jenis-jenis hasil pertanian baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi pasca panen), (9) Perkebunan (diversifikasi jenis-jenis hasil perkebunan baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi pasca panen), (10) Kehutanan (diversifikasi jenis-jenis hasil kehutanan baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi produksi), (11) Perikanan (diversifikasi jenis-jenis hasil perikanan baik horisontal maupun vertikal dan berorientasi pada teknologi pasca panen), dan  (12) Investasi dan keuangan (kemudahan mekanisme dan prosedur penanaman modal, kredit dan pelayanan jasa keuangan).

Faktor-faktor non ekonomi yang juga turut mempengaruhi dan cukup memainkan peranan penting mempengaruhi daya saing produk Indonesia antara lain : (1) Penegakan dan kepastian hukum, (2) Kemudahan perijinan, agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi tanpa mengorbankan kepentingan publik, (3) Pelayanan di daerah dalam konteks otonomi daerah yang memungkin kan kelancaran arus barang, uang dan jasa, (4) KKN, dan (5) Keamanan dan ketertiban umum/masyarakat

Pembahasan


                  ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
      Latar Belakang AFTA dan ASEAN-China FTA
1996 RRT secara resmi menjadi dialog partner ASEAN
1997  (Desember)  Joint Statement Kepala Negara: ASEAN dan RRT adalah sahabat dan mitra yang saling       percaya untuk menyongsong abad 21;
2000 (Nopember) KTT ASEAN – RRT: Kepala Negara menyepakati    gagasan pembentukan ACFTA;
2001 (Maret) Dibentuk ASEAN – RRT Economic Expert Group
2002 (Nopember) KTT ASEAN – RRT: penandatanganan Framework            Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between    ASEAN and the PRC;
2003 Perundingan ACFTA dimulai dan selesai Juni 2004;
2003 (September)  Kesepakatan untuk meluncurkan Early Harvest         Programme dimulai dengan sekitar 500TL produk
2004 (Nopember) Kesepakatan ACFTA – Barang ditandatangani;        (target implementasi penuh Normal Track-1: 2010
2007 (Januari)       Kesepakatan ACFTA – Jasa ditandatangani
2009 (Oktober)     Kesepakatan ACFTA – Investasi ditandatangani
2010 (Januari)       Implementasi penuh ACFTA sebagai FTA terbesar di dunia  
dari jumlah penduduk (baca: pasar) dengan         GDP tertinggi ketiga di dunia  (setelah NAFTA & EU)

Kondisi saat ACFTA digagas, dirundingkan dan disepakati:
Krisis keuangan finansial 1997-1998;
Kurs Rupiah terhadap US$ melonjak dari  
       sekitar Rp. 2.600/US$ menjadi di   
          kisaran Rp. 10.000/US$, mendongkrak  
          daya saing produk;
Perekonomian RRT tumbuh pesat namun   
          rata-rata tarif MFN tinggi;
KADIN Roadmap 2004: agar Pemerintah   
       melaksanakan FTA dengan Mitra     
       Dagang penting.

            Pada initinya  tujuan Asean-China FTA memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan   Investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk    mempermudah investasi, menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan   kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota. Dan memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam –CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.

            Aspek Peluang dari pasar  bebas tersebut ,  adalah meningkatnya akses pasar ekspor ke China dengan tingkat tarif yang lebih   rendah bagi produk-produk nasional, meningkatkanya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui  pembentukan “Aliansi Strategis” meningkatnya akses pasar jasa di China bagi penyedia jasa nasional, meningkatnya arus investasi asing asal China ke Indonesia dan terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara

            Aspek Manfaatnya , terbukanya akses pasar produk pertanian (Chapter 01 s/d 08 menjadi 0%) Indonesia ke China pada tahun 2004, Terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2005 yang mendapatkan tambahan 40% dari Normal Track (± 1880 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%, terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2007 yang mendapatkan tambahan 20% dari Normal Track (± 940 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%, pada tahun 2010, Indonesia akan memperoleh tambahan akses pasar ekspor ke China sebagai akibat penghapusan seluruh pos tarif dalam Normal Track  China, sampai dengan tahun 2010 Indonesia akan menghapuskan 93,39% pos tarif (6.683 pos tarif dari total 7.156 pos tarif yang berada di Normal Track), dan 100% pada tahun 2012.
Aspek tantangan bagi  Indonesia harus dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk China, menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing. menerapkan ketentuan dan peraturan investasi yang transparan, efisien dan ramah dunia usaha, meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.
            Persetujuan Perdagangan Barang dalam ACFTA disepakati akan dilaksanakan liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN 6 dan China, serta tahun 2015 untuk serta Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar. Penurunan Tarif dalam kerangka kerjasama ACFTA dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: (1) Early Harvest Program (EHP), yaitu Produk-produk dalam EHP antara lain:  Chapter 01 s.d 08 : Binatang hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran, dan buah-buahan (SK Menkeu No 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam kerangka EHP ACFTA). Kesepakatan Bilateral (Produk Spesifik) antara lain kopi, minyak kelapa/CPO, Coklat, Barang dari karet, dan perabotan (SK Menkeu No 356/KMK.01/2004 tanggal 21 juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang Dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA. Penurunan tarif dimulai 1 Januari 2004 secara bertahap dan akan menjadi 0% pada 1 Januari 2006. (2)  Normal Track, Threshold : 40% at 0-5% in 2005 100% at 0% in 2010 (Tariff on some products, no more than 150 tariff lines  will be eliminated by 2012), Jumlah NT II Indonesia adalah sebesar 263 pos tarif (6 digit),  Legal enactment NT untuk tahun 2009 s.d 2012 telah ditetapkan melalui SK. MEN-KEU No. 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA. (3) Sensitive Track, Sensitive List (SL) : (a) Tahun 2012 = 20%  (b) Pengurangan menjadi 0-5% pada tahun 2018. (c) Produk sebesar 304 Produk (HS 6 digit) antara lain Barang Jadi Kulit : tas, dompet; Alas kaki : Sepatu sport, Casual, Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek; Mainan: Boneka; Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca; Barang-barang Plastik. Highly Sensitive List (HSL) (a) Tahun 2015 = 50% (b) Produk HSL adalah sebesar 47 Produk (HS 6 digit), yang antara lain terdiri dari Produk Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan produk Tekstil (ITPT); Produk Otomotif; Produk Ceramic Tableware.
Pertimbangan Asean dan Indonesia, bahwa  ASEAN merundingkan sebuah FTA dengan RRT berdasarkan berbagai pertimbangan strategis, utamanya: RRT telah muncul sebagai salah satu mesin pertumbuhan  perekonomian dunia karena  memiliki factor endowments yang memungkinkan. Oleh sebab itu ASEAN memandang  penting untuk dapat merangkul RRT ke dalam sebuah perikatan FTA yang akan mendorong proses komplementaritas di antara keduanya, daripada terus berupaya menyaingi RRT secara ”heads on”; Sebaliknya untuk  masuk ke pasar ekspor, produk Indonesia saja harus memenuhi surat  keterangan asal, selain itu juga harus memenuhi syarat ramah lingkungan. Di pasar dalam negeri, produk UKM Indonesia sudah mampu bersaing, dan diharapkan nantinya juga mampu bersaing  dengan produk impor sejenisnya,”

Merangkul RRT ke dalam sebuah FTA dengan ASEAN akan lebih mendorong proses integrasi ekonomi regional karena akan mengundang manfaat ikutan lainnya yang tidak kalah penting: investasi di sektor manufaktur bahkan di sektor pertanian; kemungkinan  kerjasama pengembangan kapasitas dan di  bidang keuangan (pembiayaan  perdagangan misalnya); Manfaat jangka panjang dari hal-hal di atas adalah membantu  terbentuknya regional production base  di ASEAN melalui pemanfaatan ACFTA rules of origin (Form E).

Sementara itu pertimbangan utama yang mendasari Indonesia berpartisipasi dalam FTA ini: RRT telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi penting di kawasan dan   dunia. Bersama Jepang dan Korea, Negara-negara Asia Timur ini dapat menjadi pusat pertumbuhan dunia baru. Oleh karena itu, strategi head-on competition bukanlah pilihan tepat. Positive engagement  dan beraliansi dengan kekuatan ekonomi dunia ini akan memberikan dampak lebih positif dalam jangka panjang meskipun tetap ada  adjustment cost dalam jangka pendek;
Partisipasi Indonesia dalam ACFTA ini juga untuk menjamin tetap terjaganya level playing field dengan anggota ASEAN lainnya yang sama-sama menginginkan semakin terbukanya akses pasar ke RRT dan datangnya investasi RRT. Apabila Indonesia tidak berpartisipasi maka Negara ASEAN lainnya akan menikmati perlakuan tariff yang lebih baik di RRT sementara Indonesia mendapatkan perlakuan tariff MFN yang lebih tinggi. Strategi ini cukup berhasil diterapkan terbukti dengan meningkatnya persentase pasar RRT sebagai tujuan ekspor Indonesia selama 5 tahun terakhir.

Dari Sisi Indonesia Pelaksanaan AFTA merupakan tantangan dan sekaligus peluang, karena dengan keikutsertaannya dalam AFTA berarti persaingan dalam melakukan ekspor ke negara2 ASEAN akan menjadi kompetitif, sedang posisi Indonesia sendiri terkenal sebagai negara anggota ASEAN yang posisi persaingannya masih sangat lemah. Dengan demikian, Indonesia harus meningkatkan usaha-usaha untuk memperbaiki effisiensi produksi sehingga memilki daya saing komoditi yang cukup tinggi.
Free Trade atau perdagangan bebas hambatan adalah suatu konsep ekonomi lalu lintas transaksi perdagangan antar bangsa yang dilakukan secara bebas tanpa hambatan. Dengan demikian, lalu lintas antar negara tidak lagi dibatasi dan dibebabni dengan tarif bea masuk, sistem quota, maupun prosedur pabean yang rumit dan berbelit-belit. Konsep ekonomi ini bertujuan untuk meningkat kan pertumbuhan ekonomi pada titik maksimal dengan cara pemanfaatan sumber daya negara-negara yang terlibat secara maksimum pula

I.        Data Perdagangan

    Data Perdagangan Luar Negeri
    Indonesia terkait ACFTA

 a.  Skema Tarif Bea Masuk

   Tabel 1  :  Perkembangan Skema   
   Bea    Masuk
               
Dalam skema ini terlihat bahwa tarif bea masuk ACFTA selama tujuh tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun  2010 mengalami penurunan dari angka 9,9 % menjadi 2,9 % (Tabel: 1)






b.    Tabel 2  :   Neraca Perdagangan   
        Indonesia – RRT



        


C.  Tabel. 3  :  Struktur Ekspor Non Migas Menurut Negara Tujuan
  




d.       Tabel  4  :  Ekspor Indonesia ke RRT Menurut Sektor



 e.   Tabel  5  :   Perkembangan Impor   
       Menurut Negara Asal



f.   Tabel  6  :  Impor Indonesia dari RRT Menurut Golongan Penggunaan Barang





  



g.   Tabel 7  :  Jumlah Dan Nilai Ska Per Jenis SKA Periode 2007 S/D Oktober 2009



Pemanfaatan Form E (ASEAN-China) dari tahun 2007 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan minat pengusaha dalam memanfaatkan bentuk kerjasama perdagangan bebas ACFTA.

h. Tabel  8 :  Impor dengan Fasilitas   
     FTA masih relatif kecil



Main Regional FTAs

Di ERA Globalisasi  saat ini “Free Trade Agreement” kurang lebih terdapat 450 FTA diseluruh dunia, hal ini terjadi karena stagnannya perundingan WTO, sehingga mengharuskan negara-negara membentuk perjanjian perdagangan baik secara bilateral, regional, maupun multilateral (sphagetti bowl effect).
Sebagai contoh dikawasan benua Amerika, Mercosur (argentina, brazil, paraguay, uruguay), di kawasan Eropa (european union) dan Asia (AFTA)

Melihat fenomena ini, apa dan peranan Indonesia menaggapi perkembangan ini ? apakah akan ikut masuk ke dalam FTA/menutup diri dari perdagangan bebas.    




ASEAN In The Global Landscape

Kerangka kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara membuat ASEAN sebagai kekuatan baru di wilayah ASIA.
Hal tersebut menarik minat negara lain seperti China, Korea  dan Jepang dalam kerjasama ASEAN + 3 ataupun dengan India, Australia dan New Zealand (ASEAN + 6)

Dalam menuju AEM pada tahun 2015, kerjsama tidak hanya terbatas pada kerjasama ekonomi namun lebih luas dalam kerangka Komunitas Ekonomi ASEAN



e.             Tantangan dan Peluang

Secara  normatif sesungguh nya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)  ini merupakan kondisi “ given “ dalam kesepakatan pasar bebas. Dan terdapat peluang yang menjanjikan bagi dunia usaha/UMKM Indonesia untuk memperbesar produksi, mengisi pasar bersama yang sangat besar (potensi pasar), karena  mempunyai penduduk sebesar  1,8 miliar jiwa , terbukanya peluang masuk ke China dengan tingkat tarif relatif rendah dan didukung jumlah penduduk yang besar, meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis kedua negara melalui pembentukan “alliansi strategis”, meningkatnya kepastian bagi produk unggulan Indonesia dalam memanfaatkan peluang pasar China,  terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara;

Namun demikian, tantangan bagi Indonesia harus dapat meningkatkan efisiensi  sehingga produktivitas meningkat (teknologi mutahir), menciptakan ilkim usaha yang kondusif sehingga daya saing Indonesia meningkat a.l dilakukan melalui penghapusan ekonomi biaya tinggi termasuk penyederhanaan perijinan, memperluas akses pasar; meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.




Daftar Pustaka
Aryanto, Dodiek,  Menyongsong Implementasi AFTA 2010 Kesempatan dan Tantangan Bagi Indonesia,

Bustami, Gusmadi  Pemaparan Asean – China Fta,  HipmI  Medan, Medan, 5 Februari  2010

........,Kesepakatan ASEAN-China FTA Latar Belakang, Perkembangan, Tantangan dan Solusinya bagi   
         Perekonomian Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa FE-UI, 20  April  2010.

Nurpati, Desty Asrid  Tesis Faktor-faktor Penentu Perdagangan Internasional Indonesia dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA)  Ilmu Hubungan Internasional, UI Program Paska Sarjana Bidang Ilmu Sosial, Oktober 2002

Pangestu,  Marry Elka,  Indonesia Ke Depan Dalam Era Fta: Sebuah  Tantangan Sekaligus Kesempatan, Pemda, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi , Semarang, 10 Februari 2010

.........,Pemaparan  Fta Asean – China,  Raker Gabungan dengan Komisi VI DPR-RI, 20 Januari 2010

Wintoro , Djoko, Trenbisnis, Kedatangan Raksasa China,  Majalah SWA, Halaman 22 , 06/Xxv/I/18, ,    
       31 Maret 2010

Saputra, Daniel Hadinata, Strategi  Menghadapi ACFTA, Majalah SWA,  February 12th, 2010,  
        (http://swa.co.id/2010/02/ strategi menghadapi-acfta/)

Business news , Majalah, Tentang Politik Daya Saing, Katalog Business News / Induk Karangan ),  18 Februari 2010

Internet :
http://www.businessnews.co.id/memperkuat-kerjasamaekonomi-ri-china:tinjauan-ekonomi-sepekan-
http://www.businessnews.co.id/id :apa-gunanya-perjanjian-acfta-pasal-6 :artikel


Silakan Download File Dibawah Ini

















1 komentar: